

EW Nilai Kinerja Keuangan PLN Sangat Wajar
ENERGI June 14, 2019 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergy.com
PT PLN (Persero) mencatat peningkatan laba operasi sebesar Rp 35,9 triliun atau meningkat 40,8% dibanding tahun 2017. Hal ini terungkap dari Laporan Keuangan perseroan tahun buku 2018 audited.
Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, kinerja keuangan PLN tahun buku 2018 ini sangat wajar. “Untuk laba bersih, PLN membukukan sebesar Rp 11,6 triliun atau meningkat secara signifikan dibandingkan tahun 2017 sebesar Rp 4,4 T. Ini sangat wajar dan begitu moncer, jadi patut kita apresiasi,” kata Mamit kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/6/2019).
Ia memperkirakan, peningkatkan laba bersih PLN tahun 2018 ini ditopang dari pertumbuhan penjualan, efisiensi operasi, serta dukungan Pemerintah melalui Domestik Market Obligation (DMO) Batubara. baik harga maupun volume. “Sebagaimana kita ketahui, pemerintah membuat perarturan bahwa harga batu bara DMO untuk PLN adalah sebesar US$ 70$ per ton,” ungkapnya.
Dikatakan, pembatasan harga jual batu bara kepada PLN memberikan dampak yang signifikan terhadap keuangan BUMN listrik tersebut, mengingat harga batu bara yang sangat fluktuatif. “Selain itu, membaiknya kinerja perusahaan juga dikarenakan penguatan kurs mata uang rupiah pada akhir tahun dan penurunan harga ICP dibanding dengan triwulan ketiga 2018,” tutur Mamit.
Menurut dia, tudingan bahwa Laporan Keuangan ini “dibedaki” agar terlihat bagus dan cemerlang merupakan tuduhan yang sangat tidak berdasar. Pasalnya, PLN diaudit oleh banyak stakeholeder yang berkompeten.
“PLN diaudit oleh BPK, BPKP dan KAP (Kantor Akuntan Publik) yang kredibel dan mempunyai pengalaman dalam melakukan audit terhadap badan usaha. Jadi kemungkinan adanya “main mata” antara mereka dengan pihak-pihak tersebut sangat sulit dilakukan. Kecurigaan bahwa kondisi keuangan PLNa bermasalah pun adalah kecurigaan yang salah,” paparnya.
Sebagai BUMN yang juga sebagai PSO (Public Service Obligation) yang harus mendukung penugasan dari Pemerintah dalam rangka menyediakan listrik dengan harga terjangkau, lanjut Mamit, maka PLN diminta untuk terus berusaha melakukan upaya efisiensi biaya operasi terutama pada biaya energi primer yang merupakan kontributor biaya operasi terbesar.
“Upaya yang harus dilakuan adalah melakukan pengurangan konsumsi BBM dan beralih ke batubara, memperbanyak penggunaan mix energy, penurunan rasio konsumsi penggunaan input energy per kwh output, dan zonasi supply batubara sehingga menurunkan biaya transportasi, serta dukungan DMO Batubara,” tukasnya.
Lebih jauh ia menambahkan, secara bisnis to bisnis dan dengan prinsip kerjasama jangka panjang, PLN juha perlu melakukan negosiasi untuk penyesuaian harga pada kontrak eksisting maupun untuk mendapatkan harga terbaik dengan pemasok-pemasok energy primer termasuk gas untuk suplai di masa depan termasuk dengan BUMN melalui gerakan sinergi BUMN. “Melalui gerakan sinergi BUMN ini, kita harapkan bisa terjadi optimalisasi terhadap pelaksanaan kerja sama sehingga bisa menghasilkan energy primer yang murah,” kata Mamit.
Satu hal yang juga menggembirakan, lanjut dia, di tengah kondisi keuangan PLN yang cukup signifikan mengalami kenaikan keuntungan laba bersih adalah Standard & Poor’s (S&P) telah menaikkan peringkat BUMN tersebut menjadi BBB dari sebelumnya BBB-, dengan outlook stabil.
“Dengan kenaikan credit rating ini, jelas menggambarkan bahwa reskio investasi yang dilakukan di PLN menurun dan kepercayaan investor meningkat. Hal ini memudahkan bagi perseroan untuk mencari investor sehingga bisa mendapatkan cost of fund dengan bunga yang kompetitif,” paparnya.
Dengan demikian, lanjut Mamit, PLN bisa menggunakan dana tersebut untuk mendanai program 35 GW, meningkatkan rasio elektrifikasi, melistriki daerah 3 T (terdepan, terluar dan tertinggal), serta mendukung upaya memberikan tarif yang kompetitif bagi industri, bisnis dan masyarakat.
“Atas pencapaian yang sudah dilakukannya, sudah selayaknya kita mengapresiasi keberhasilan mereka. Dan yang pasti PLN tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga sudah bisa menjalankan fungsi mereka sebagai PSO,” tukasnya.
Wajib Beri Dana Kompensasi
Mamit menambahkan, Pemerintah wajib memberikan dana kompensasi kepada PT PLN (Persero). Hal ini sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPK, akibat tidak adanya kenaikan tarif listrik untuk golongan subsidi.
Memang, kata Mamit, pada Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinyatakan, bahwa meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk hal-hal mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh Pemerintah.
“Namun demikian, jika penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak feasible, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan,” ujarnya.
Dengan demikian, kata dia, dana kompensasi yang dicatatkan dalam LK 2018 PT PLN (Persero) sebesar Rp 23,17 triliun bukan merupakan sesuatu yang salah. “Jadi tinggal menunggu waktu saja kapan Pemerintah akan membayarkan dana tersebut. Bisa saja dana kompensasi itu diberikan dalam bentuk PNM kepada PLN tergantung dari kondisi keuangan negara,” tukasnya.
Masih menurut Mamit, berdasarkan kondisi aktual saat ini, dimana energy primer yang digunakan oleh PLN banyak yang menggunakan batubara dan gas bumi, maka sudah seharusnya Permen ESDM No 18/2017 direvisi dan memasukan batubara serta gas bumi sebagai faktor adjustment tarif dasar listrik.
“Jangan sampai, dengan tidak dimasukannya dua komponen tersebut bisa berdampak semakin memberatkan keuangan perseroan karena tidak dianggap sebagai dana yang bisa dikompensasikan,” ujarnya.
Seperti diketahui, sebaga BUMN, PLN harus bisa mendapatkan keuntungan, tetapi disisi lain PLN juga sebagai PSO yang harus menerima penugasan dari Pemerintah dalam menghasilkan energi listrik murah dan mencapai target elektrifikasi yang ditetapkan Pemerintah.
Namun dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat, pemerintah sejak pertegahan tahun 2017 meminta kepada PLN untuk tidak menaikan tarif dasar listrik termasuk untuk golongan non subsidi. Akibat tidak naiknya tarif tersebut, kondisi keuangan perseroan cukup tertekan.(adi)
No comments so far.
Be first to leave comment below.