Logo SitusEnergi
Gugatan FSPPB Terkait Pengelolaan WK Migas Terminasi Dikabulkan MA Gugatan FSPPB Terkait Pengelolaan WK Migas Terminasi Dikabulkan MA
Jakarta, Situsenergy.com Gugatan Judicial Review yang diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor:... Gugatan FSPPB Terkait Pengelolaan WK Migas Terminasi Dikabulkan MA

Jakarta, Situsenergy.com

Gugatan Judicial Review yang diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor: 23 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung RI

“Mahkamah Agung telah memutuskan dan mengabulkan gugatan pembatalan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor : 23 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya ke Mahkamah Agung RI,”kata kuasa hukum FSPPB, Janses E Sihaloho dalam keterangan persnya yang diterima Situsenergy.com, di Jakarta, Senin (03/12).

“Informasi ini kami dapatkan melalui pengumuman Mahkamah Agung RI dalam laman website resmi MA RI,” tambah Janses.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, Arie Gumilar sebagai Presiden FSPPB sebagai pihak Pemohon telah melayangkan gugatan terhadap Termohon Termohon Menteri Energi dan Sumber daya Mineral. Permohonan tersebut diputus pada tanggal 29 Nopember 2018.

“Sebelumnya klien kami FSPPB mengajukan gugatan judicial review untuk membatalkan ketentuan Pasal 2 pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor: 23 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya, karena mengakibatkan PT. Pertamina (Persero) bukan lagi sebagai pihak yang mendapatkan prioritas utama dalam pengelolaan migas,” papar Janses.

BACA JUGA   Ketahanan, Swasembada, dan Kemandirian Energi?

“Pada ketentuan ini yang menjadi prioritas utama bukan lagi BUMN/PT. Pertamina (Persero), melainkan Kontraktor sebagai Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan sebagai pihak yang mendapatkan prioritas utama dalam pengelolaan migas,” lanjut dia.

Berdasarkan putusan MA tersebut, kata Janses, Pertamina akan menjadi pihak yang harus mendapatkan prioritas dalam Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya.

“Putusan Mahkamah Agung ini sudah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 36/PUU-X/2012, yang mengamanatkan bahwa Wilayah Kerja-Wilayah Kerja migas hanya boleh dikelola oleh BUMN sebagai wujud penguasaan negara,” papar Janses.

Menurutnya, hal ini merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 di mana negara melalui Pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi. Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN. “Jika Pemerintah masih mematuhi amanat konstitusi, maka tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan pengelolaan Wilayah Kerja-Wilayah Kerja yang berakhir Kontrak Kerja Samanya kepada BUMN. Oleh sebab itu sudah sangat jelas bahwa BUMN/PT. Pertamina (Persero) harus menjadi prioritas dalam pengelolaan migas,” jelasnya.

BACA JUGA   Trade-Off Penambangan Nikel di Kepulauan Raja Ampat: Antara Ekonomi, Sosial, Lingkungan, dan Pembangunan Berkelanjutan

“Kami mengharapkan Mahkamah Agung RI secepatnya mengirimkan salinan putusan kepada para pihak dan meminta Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral Republik Indonesia untuk mematuhi putusan MA tersebut,” tutup Janses.(ADI)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *