Oleh : Sofyano Zakaria
Pengamat Kebijakan Energi
Program akselerasi kendaraan bermotor listrik (KBL) di Indonesia kini memasuki fase yang semakin serius. Pemerintah telah menggulirkan berbagai insentif, baik fiskal maupun nonfiskal, dengan tujuan mempercepat transisi dari kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) menuju moda transportasi berbasis listrik. Harapannya jelas: menekan konsumsi BBM, mengurangi emisi, dan semakin mendekatkan Indonesia pada target transisi energi nasional.
Namun, sebagaimana banyak program besar lainnya, upaya ini dihadapkan pada jurang antara harapan kebijakan dan kenyataan di lapangan.
Dari perspektif kebijakan energi, dorongan menuju kendaraan listrik tidak sekadar mengikuti tren global. Indonesia memiliki kepentingan strategis seperti mengurangi ketergantungan pada impor BBM karena lonjakan konsumsi BBM terus menggerus anggaran negara melalui subsidi energi.
Juga mendorong nilai tambah industri nikel dan baterai mengingat bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia sehingga tentu saja ini bisa membuat pemerintah melihat peluang membangun ekosistem industri kendaraan listrik yang lengkap dari hulu hingga hilir.
Lalu upaya menurunkan emisi sektor transportasi mengingat Transportasi darat menjadi penyumbang emisi terbesar kedua, maka Elektrifikasi kendaraan adalah langkah logis menuju target net zero.
Harapan-harapan tersebut tentu terbilang rasional dan sejalan dengan arah kebijakan energi global.

Publik tentu memahami walau visi pemerintah begitu kuat, namun bisa dipahami buat saat ini , minat masyarakat masih jauh dari ideal.
Ada beberapa kendala utama atas hal tersebut yakni
Persepsi Masyarakat terhadap Keandalan KBL dimana sebagian masyarakat masih meragukan terhadap daya tahan baterai, biaya perawatan jangka panjang,
performa kendaraan listrik di daerah dengan infrastruktur yang belum merata.
Disamping itu ,ketidakpastian terhadap teknologi baru menjadi hambatan psikologis yang signifikan.
Pada sisi lain masyaraat secara umum masih beranggapan bahwa Infrastruktur Pengisian buat kendaraan bermotor listrik belum Memadai walau kenyataan Jumlah SPKLU terus meningkat, tetapi itu dirasakan belum cukup untuk membangun rasa aman bagi pengguna.
Secara umum masyarakat menginginkan lokasi SPKLU yang lebih rapat, standar pengisian cepat yang konsisten, informasi ketersediaan yang mudah diakses.
Tanpa kepastian infrastruktur, sulit mengharapkan “peralihan” masif ke KBL.
Biaya awal yang masih menjadi hambatan merupakan hal yang membuat masyarakat masih “menahan diri” untuk beralih kekendaraan listrik.
Insentif pemerintah memang membantu, namun harga kendaraan listrik terutama roda empat masih dirasa mahal bagi sebagian besar konsumen. Pasar massal membutuhkan harga yang lebih kompetitif.
Kebijakan Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) adalah langkah strategis dengan potensi besar. Namun keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah membangun kepercayaan publik dan memastikan kesiapan infrastruktur secara menyeluruh.
Program kendaraan bermotor listrik bisa menjadi tonggak penting dalam sejarah energi Indonesia, asal harapan dan kenyataan bisa disatukan secara bertahap dan terukur.[•]
Leave a comment