

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Tolak BBM Subsidi, Bagaimana Sikap Pemerintah?
MIGAS September 13, 2024 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergi.com
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) resmi meminta pemerintah dalam hal ini Kementrian Perhubungan (Kemenhub) menghapus tiga hal dalam peraturan yang dinilai sangat merugikan pengusaha truk, jika peraturan tersebut dilaksanakan.
Ketiga hal tersebut yakni menolak kelanjutan program over load & over dimension (ODOL). Kedua, menolak program bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi armada truk pengangkut barang di seluruh Indonesia.
Ketiga, menolak program kewajiban sertifikasi ‘Logistik Halal’ terhadap perusahaan atau armada truk.
Hal itu disampaikan Ketua umum Aptrindo, Gemilang Tarigan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/9). “Dari hasil Rakernas Aptrindo, akhirnya direkomendasikan ketiga hal itu, semoga pemerintah (Kemenhub) mendengar usulan kami,” ujarnya.
Tarigan menyampaikan, bahwa dalam penerapan ODOL, ada kesan tebang pilih, pasalnya hingga kini masalah pemberantasan terhadap praktik ODOL itu cenderung tidak berhasil dan di sisi lain pengusaha truk tidak memiliki bargaining position yang kuat di hadapan pemilik barang.
“Makanya, kami menilai, program pemberantasan ODOL tidak berhasil, dan justru sangat merugikan operator trucking. Makanya kami saat ini nyatakan menolak program itu dilanjutkan,” kata Gemilang.
Sementara untuk BBM subsidi, menurut dia, dengan adanya BBM Subsidi (Solar) untuk angkutan barang justru terjadi ketidakpastian ketersediaan dan pasokan yang memadai terhadap BBM jenis itu bagi angkutan barang.

“Akibatnya banyak pengaduan dari truk anggota kami di daerah-daerah yang kesulitan memperoleh BBM jenis Solar sehingga armada truk tidak bisa beroperasi dan banyak yang kehilangan order angkutan. Imbasnya, logistik justru terhambat dan costnya menjadi melambung,” paparnya.
Gemilang juga sering mengatakan bahwa sejak awal, pihaknya telah mengusulkan untuk menghapuskan BBM subsidi angkutan barang supaya ada kejelasan operasional dan kepastian iklim berusaha trucking yang menjadi penopang kelancaran logistik nasional.
“Bagi kami (trucking) yang utama itu mesti ada kepastian bahwa BBM untuk angkutan barang itu selalu ready saat dibutuhkan. Kalau tidak ada BBM-nya bagaimana truk bisa jalan operasional?. Makanya kami minta dihapus diganti dengan BBM keekonomian saja,” tukasnya.
Terkait kewajiban sertifikasi logistik halal terhadap perusahaan armada trucking, lanjut Tarigan, regulasi itu justru menambah birokrasi perijinan dan membebani usaha trucking.
“Pada prinsipnya secara bisnis seharusnya Truk pengangkut logistik tidak perlu comply sertifikasi ‘logistik halal’, karena trucking tidak pernah mengetahui klasifikasi informasi detil terhadap barang yang dimuatnya, sebab trucking hanya menerima jasa muatan truk,” katanya.
“Dengan kata lain, kami (trucking) tidak mendistribusikan barang tetapi hanya mengangkut barang. Jadi mengenai halal tidaknya itu pengaturannya dilakukan oleh pemilik barang atau sifatnya free on truk,” sambung Gemilang.
Hingga saat ini, kata dia, persoalan sertifikasi ‘logistik halal’ terhadap truk pengangkut produk makanan dan minuman (pangan), menjadi polemik menjelang penerapannya pada 17 Oktober 2024 mendatang.
Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) menyebutkan kategori kegiatan jasa penyimpanan (cold storage), pengemasan hingga pendistribusian produk makanan dan minuman, belum optimal dalam mematuhi kewajiban sertifikasi ‘halal logistik’ tersebut.
Kategori itu meliputi jasa penyimpanan atau Cold Storage dan Pergudangan, Jasa Pengemasan Produk untuk makanan dan minuman (bukan produk re packing) untuk Produk Makanan dan Minuman.
Adapun untuk jasa Pendistribusian, meliputi kontainer untuk produk makanan dan minuman, forwarder untuk komoditi makanan dan minuman, Transporter (trucking), Shipping, Air Cargo, Train Cargo, dan Jasa Kurir/Pengantaran Produk Makanan dan Minuman. (Ral)
No comments so far.
Be first to leave comment below.