

Tarif Jasa Kepelabuhanan Naik, Aktivitas Pengapalan Batubara Terancam Terhambat
MINERBA September 30, 2023 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Proses alih muat batubara (ship to ship transfer atau STS) di Pelabuhan Muara Berau Samarinda yang setiap tahunnya terdapat lebih dari 90 juta ton batubara dikirim untuk tujuan ekspor dan domestik berpotensi terhambat.
Para produsen batubara (shipper), perusahaan pemilik floating crane (FC), dan perusahaan bongkar muat (PBM) anggota APBI yang menggunakan pelabuhan alih muat di Muara Berau Samarinda mengkhawatirkan terganggunya kegiatan usaha yang selama ini berjalan lancar, setelah Kementrian
Perhubungan menetapkan rekomendasi tarif jasa kepelabuhanan kepada PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) yang merupakan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di Pelabuhan Muara Berau Samarinda pada tanggal 24 Juli 2023.
Menurut Ketua APBI-ICMA, Pandu Sjahrir
tarif baru ini akan diberlakukan oleh PTB efektif per 1 Oktober 2023. PTB sendiri mengelola konsesi yang diberikan oleh Pemerintah selama 25 tahun. Namun APBI menolak dengan tegas penetapan rekomendasi tarif jasa kepelabuhan oleh Kementerian Perhubungan ini karena ditetapkan secara sepihak oleh Kementerian Perhubungan.
“Padahal sebelumnya masih dalam proses pembahasan (bisnis proses dan tarif) yang melibatkan Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, PTB dan APBI,” ujarnya.
Dengan penetapan rekomendasi tarif baru ini, kata dua, maka seluruh kegiatan STS di Pelabuhan Muara Berau Samarinda akan dimonopoli oleh PTB.

“APBI sangat keberatan dengan adanya monopoli dalam bisnis proses dimana bisnis proses yang berjalan saat ini akan berubah sehingga pihak shipper tidak bisa menunjuk langsung pemilik FC atau PBM, namun harus melalui PTB,” cetusnya.
“Tarif yang baru tersebut menurut pihak shipper akan menambah beban biaya sekitar $ 0.82/MT untuk kapal Gearless dan sekitar $ 0,42/MT untuk kapal Geared and Grabbed, yang mana tarif tersebut akan diterima oleh pihak PTB tanpa melakukan layanan jasa,” sambungnya.
Pandu Sjahrir menegaskan, bahwa perusahaan keberatan membayar tarif karena berpegang pada prinsip umum didunia usaha yaitu “no service no pay”. Selain itu dengan penambahan beban biaya tersebut akan berpotensi terhadap penurunan penerimaan negara baik melalui pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor energi dan sumber daya mineral.
“Sebagian besar pemilik FC hingga saat ini belum melakukan registrasi untuk masuk ke dalam sistem ORBIT yang diaplikasikan oleh PTB yang menjadi prasyarat proses bisnis,” ujarnya.
Sementara Plt. Kepala KSOP Samarinda menegaskan kepada pemilik FC bahwa tidak akan memberikan pelayanan kepada pemilik FC jika tidak melakukan registrasi ke PTB sesuai suratnya per tanggal 26 September 2023.
“Jika kondisi ini berlanjut hingga tarif diberlakukan per 1 Oktober 2023 maka kemungkinan proses alih muat batubara akan terhambat, sehingga ekspor maupun pasokan ke PLN dari Pelabuhan Muara Berau akan terganggu,” kata Pandu.(Ert/SL)
No comments so far.
Be first to leave comment below.