

APBI: Aturan Penempatan DHE SDA Dalam PP No.36/2023 Makin Memberatkan Eksportir Batubara
MINERBA July 26, 2023 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Direktur Eksekutif APBI-ICMA, Hendra Sinadia mebgatakan, Ekspor komoditas batubara selama ini menjadi salah satu andalan perekonomian nasional baik melalui penerimaan negara pajak dan non-pajak, devisa ekspor, penciptaan lapangan kerja, dll.
“Kontribusi dari sektor industri pertambangan batubara sangat penting dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Namun dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA) menimbulkan kewajiban baru yang menambah beban eksportir,” kata Hendra di Jakarta, Selasa (25/7).
PP yang menggantikan PP No. 1 Tahun 2019 dan akan berlaku efektif per 1 Agustus 2023 tersebut antara lain mengatur kewajiban penempatan minimal 30% dari DHE SDA ke sistem keuangan Indonesia selama paling kurang 3 bulan.
“Aturan tersebut tentu akan menyulitkan eksportir dalam mengelola arus kas (cash flow), terlebih margin yang didapatkan para eksportir tidak mencapai 30% sehingga modal kerja yang sudah dikeluarkan mereka pun akan tertahan di tengah tren penurunan harga serta semakin meningkatnya beban biaya operasional,” papar Hendra.
Lebih jauh ia mengungkapkan, bahwa sejak semester 2 tahun 2022 tren harga batubara mengalami penurunan yang tajam sementara di sisi lain biaya operasional semakin meningkat.
“Biaya operasional penambang batubara di tahun 2023 diperkirakan meningkat rata-rata 20-25% akibat kenaikan biaya bahan bakar, stripping ratio yang semakin besar sehingga biaya penambangan semakin tinggi, pengaruh inflasi dll,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, kenaikan beban biaya penambang juga semakin berat dengan telah dinaikkannya tarif royalti. Tarif royalti pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) naik dari rentang tarif 3-7% menjadi 5-13% yang diatur dalam PP No. 26 Tahun 2022 yang berlaku Agustus 2022 yang lalu. Sementara bagi pemegang IUPK-Kelanjutan Operasi Produksi (eks- PKP2B), tarif royalti tertinggi mencapai 28% yang diatur dalam PP No. 15 Tahun 2022.

“Perusahaan eksportir batubara juga tidak dapat memaksimalkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas dalam 2 tahun terakhir ini akibat masih lebarnya gap/disparitas antara Harga Batubara Acuan (HBA) dengan harga jual aktual,” ujarnya.
“Sampai saat ini sejak awal 2022, lebarnya gap antara HBA dan harga jual aktual menyebabkan perusahaan membayar kewajiban pembayaran royalti menjadi jauh lebih besar,” sambung dia.
Hendra juga menambahkan, bahwa dengan beban semakin tinggi sementara tren harga terus turun maka profit margin semakin tergerus jauh di bawah 30% sehingga berpengaruh terhadap modal usaha.
“Hal ini menambah beban eksportir yang dituntut untuk melakukan dekarbonisasi di era transisi energi sementara pendanaan (funding) untuk proyek-proyek berbasis batubara semakin sulit. APBI-ICMA sebagai mitra Pemerintah mendukung penguatan cadangan valuta asing nasional,” jelasnya.
Menurut Hendra, perusahaan-perusahaan anggota juga telah berupaya mengikuti aturan di dalam PP
No. 1 Tahun 2019. Namun APBI-ICMA melihat penerbitan PP 36/2023 yang mengatur kewajiban penempatan DHE SDA akan menambah beban perusahaan di tengah tren penurunan harga serta semakin meningkatnya beban biaya operasional.
“Hal ini akan menyulitkan perusahaan dalam mengatur arus kas untuk berbagai kebutuhan mendesak,
termasuk pembayaran ke kontraktor serta para vendor lainnya,” ujar dia.
Untuk itu, pihaknya memohon agar Pemerintah dapat membuka ruang untuk konsultasi/diskusi dengan pelaku usaha untuk membahas peraturan pelaksanaan dari PP 36/2023 tersebut agar kewajiban penempatan DHESDA dapat berlangsung dengan baik.
“Dan yang terpenting tetap menjaga keberlangsungan kegiatan usaha eksportir SDA termasuk eksportir batubara yang selama ini menjadi kontributor penting bagi perekonomian nasional,” pungkasnya.(Ert/SL)
No comments so far.
Be first to leave comment below.