Home OPINI Energy Watch: Pajak Karbon Memberatkan PLN
OPINI

Energy Watch: Pajak Karbon Memberatkan PLN

Share
Share

Jakarta, Situsenergi.com

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menanggapi soal rencana pemerintah memungut pajak karbon dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), seiring dengan diterbitkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurutnya, aturan itu disusun sebagai upaya untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

“Kebijakan ini sepertinya akan sedikit banyak memberatkan bagi PLN terutama bila COP ataupun batasan dari pemerintah cukup tinggi. Khawatirnya nanti ada IPP yang melebihi batasan/COP yang diatur oleh Kementerian ESDM dimana pembangkit inilah yang akan dikenakan pajak karbon,” ujar Mamit kepada Situsenergi.com, saat dihubungi, Jumat (22/10/2021).

Meski tujuannya baik, namun Mamit melihat hal ini akan menjadi beban bagi pemerintah jika biaya pokok produksi (BPP) penyediaan listrik naik karena adanya pajak karbon tersebut.

“Karena pajak karbon ini pemerintah harus menambah subsidi,” tuturnya.

Namun demikian, saat ditanya mengenai kemungkinan penetapan pajak karbon semata-mata hanya untuk meningkatkan pendapatan pajak pemerintah, Mamit menyebut tidak sejauh itu. Sebab, aturan itu kedepannya tetap saja akan membebani negara melalui potensi subsidi kepada PLN.

Disisi lain, pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) sejatinya akan tetap berjalan, meski tanpa adanya pajak karbon bagi PLTU batu bara.

“Kalau bicara akal-akalan saya kira tidak, tapi tetap akan memberatkan juga ke depannya. Pengembangan EBT akan tetap berjalan tanpa adanya pajak karbon. Pajak karbon ini saya melihatnya hanya sebagai upaya untuk menjaga dan membatasi emisi gas rumah kaca serta komitmen pemerintah terkait dengan paris agreement,” pungkas Mamit.

Terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana meyakini, aturan pajak karbon yang ditetapkan dalam UU HPP akan mendorong pemanfaatan sumber energi baru terbarukan.

“Sekarang kan undang-undangnya sudah disahkan ya, disahkan DPR bersama pemerintah untuk pajak karbon dan kami meyakini bahwa dalam prosesnya angka yang keluar sekarang yang Rp 30 per kg sudah dipertimbangkan sedemikian rupa. Ini nanti akan mendorong pemanfaatan EBT,” katanya dalam konferensi pers, Jumat (22/10/2021).

Dadan mengatakan, pajak ini akan dibayar oleh mereka yang melakukan aktivitas ekonomi. Menurutnya, jika pajak dibayar maka akan menambah biaya. Hal itu akan mendorong pemanfaatan EBT.

“Angka menurut saya angka ini, namanya PPN, PPN itu ditanggung oleh yang melakukan aktivitas ekonomi tersebut,” tuturnya.

“Kalau memilih membayar, kan meningkatkan cost di situ atau mengurangi daya saingnya. Tinggal kita lihat nanti PLT EBT mana yang memang bisa untuk memastikan dari sisi keekonomiannya tetap sama,” sambungnya. (SNU)

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Kendaraan Bermotor Listrik: Antara Harapan dan Kenyataan

Oleh : Sofyano ZakariaPengamat Kebijakan Energi Program akselerasi kendaraan bermotor listrik (KBL)...

LPG, LNG, CNG dan Kompor Induksi, Solusi Emak Emak Swasembada Energi Di Dapur

Oleh : Salamuddin Daeng Ada banyak sebetulnya pilihan bahan bakar yang dapat...

Cerai Secara UU, Rujuk Secara Operasional: Kisah tentang Organisasi Pertamina

Oleh : Prof Dr Andy Noorsaman S ,DEA,IPUGuru Besar UI. Pertamina adalah...

Invensi, Inovasi dan Creative Destruction: Sebuah Refleksi Akademis

Oleh : Andi N SommengDosen – GBUI Di dalam sejarah peradaban, perubahan...