

Judicial Review UU BUMN Disebut Tak Punya Kedudukan Hukum, Ini Pendapat EWI
ENERGI November 10, 2020 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergy.com – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mengajukan permohonan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi terkait UU Nomor 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang dianggap merugikan karena memberi celah untuk Pertamina dan Kementerian BUMN melakukan privatisasi atau Initial Public Offering (IPO) terhadap anak usaha Pertamina.
FSPPB beranggapan, privatisasi atau IPO itu nantinya bakal menyebabkan kerugian bagi negara, termasuk juga merugikan para pekerja Pertamina itu sendiri.
Dalam persidangan pada Senin (9/11/2020) kemarin, Pertamina yang dalam hal ini diwakilkan oleh Kuasa Hukumnya, Prof Yusril Ihza Mahendra, dihadirkan sebagai pihak yang terkait dengan perkara tersebut. Prof Yusril, sebagaimana dikutip dari Antara, kemudian menyebut pemohon (FSPPB) tidak dapat membuktikan kerugian yang dialami oleh pasal yang dimohonkan untuk diuji materi tersebut.
“Oleh karena permohonan pemohon tidak memiliki kepentingan atas pasal-pasal yang dimohonkan dalam perbaikan permohonannya, maka adalah cukup dasar dan alasan hukumnya bagi Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum,” kata Prof Yusril.
Menanggapi hal tersebut, dalam kacamata pengamat energi nasional yang juga praktisi hukum, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahean sependapat dengan pernyataan Prof Yusril.
Menurutnya, sebagaimana telah ia sampaikan sebelumnya dalam sebuah forum Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI), bahwa gugatan FSPPB ke MK soal UU BUMN itu memang sulit untuk dibuktikan kebenarannya, karena kerugian yang dimaksudkan oleh pemohon jika anak usaha Pertamina di IPO-kan, memang sifatnya hanya asumsi saja.
“Saya mengikuti kemarin perkembangan persidangan atas gugatan JR yang dilakukan oleh kawan-kawan Federasi atau FSPPB. Apa yang disampaikan oleh kuasa hukum Pertamina yaitu bang Yusril menurut saya sudah benar dan saya sependapat. Sebagaimana yang pernah saya sampaikan dulu di WA group APEI, bahwa kawan-kawan Federasi mengajukan argumen yang bersifat asumsi semata karena tak bisa membuktikan kerugian yang tiduhkan itu darimana dan oleh apa serta berapa kerugiannya,” ujar Ferdinand kepada SitusEnergy.com, Selasa (10/11/2020).
Menurutnya, akan sulit dijelaskan oleh kawan-kawan Federasi (FSPPB) terkait kerugian secara umum yang diderita oleh para pekerja jika perusahaan di privatisasi, karena memang privatisasi itu belum terjadi.
“Maka menurut saya wajar jika kuasa hukum Pertamina menyatakan Federasi tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan JR ini. Alasannya jelas, Federasi tak bisa menjelaskan kerugian konstitusionalnya dalam gugatan sehingga memang layak disebut tak memiliki kedudukan hukum,” tegasnya.
Namun demikian, Ferdinand tetap mengapresiasi perjuangan FSPPB melalui jalur konstitusi dan sesuai koridor hukum, ketimbang harus melakukan perjuangan dengan cara yang berbeda, seperti melakukan mogok kerja, karena pada akhirnya tentu hanya akan merugikan masyarakat luas karena Pertamina merupakan perusahaan negara yang sangat sentral peranannya di Indonesia.
“Saya mendukung upaya Federasi memperjuangkan apa yang diyakininya dijalur hukum. Silahkan kawan-kawan Federasi menyampaikan pendapatnya dan nanti Hakim yang akan menilai dan memutus. Bisa saja Saya dan bang Yusril salah, kita tidak tau. Kita berharap Hakim akan menilainya dengan baik,” pungkasnya.
Sebagai informasi saja, dalam sidang perdana Judicial Reciew di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin kemarin, kuasa hukum pemohon, Janses Sihaloho mengajukan permohonan uji materi terhadap pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN. Dalam permohonan tersebut, FSPPB mengusulkan frasa “persero” dalam pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN tidak hanya dimaknai sebagai persero, tetapi juga perusahaan milik persero atau anak perusahaan persero. (SNU)
No comments so far.
Be first to leave comment below.