


Jakarta, Situsenergy.com
Kenaikan tagihan listrik yang dialami oleh banyak masyarakat dinilai sebagai bentuk kedholiman dari manajemen PT Perusahaan Listrik (Persero) atau PLN. Sebab dasar penghitungan tagihan karena tidak adanya petugas pencatat meteran dianggap serampangan sehingga masyarakat sebagai pelanggan menjadi korban. Kenaikan tagihan listrik di tengah pandemi corona seperti saat ini menunjukkan bahwa kebijakan PLN ngawur.
Direktur Eksekutif Energi Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahahean, mengatakan PLN terlalu tega kepada masyarakat yang tengah dililit kesulitan dengan mengenakan tagihan listrik yang meningkat drastis dari rata-rata tagihan penggunaan bulanan. Dia menanyakan sistem dan penghitungan tagihan PLN dihitung dari kaidah mana.
“Saya tidak habis pikir mengapa PLN dengan para jajaran direksi dan komisarisnya tak mampu menciptakan sebuah sistem yang cerdas untuk merekam penggunaan daya oleh konsumennya. Padahal sistem seperti itu tentu bukan sesuatu yang sulit untuk diterapkan, sistem digitalisasi atau menggunakan kebijakan KWH dua arah tentu bisa jadi pilihan. Kebijakan ini bahkan pernah muncul di PLN meski kemudian hilang ditelan kerjasama-kerjasama entah berantah,” ulas Ferdinand di Jakarta, Senin (8/6).
Saat banjir protes terjadi, manajemen PLN tak mampu memberikan solusi konkret atas beban tambahan yang semakin memberatkan. Justru manajemen PLN berdalih dengan retorika kata-kata yang menjelaskan bahwa kenaikan ini akibat perhitungan daya yang dipakai oleh konsumen sejak kebijakan Work From Home (WFH). Namun yang menjadi pertanyaan dari penjelasan itu adalah seberapa besar kenaikan yang terjadi akibat WFH. Menurutnya sangat tidak masuk akal jika kenaikan penggunaan listrik hingga 100 persen.
Dia menyayangkan dasar penghitungan tagihan didasarkan pada tebakan penggunaan listrik selama WFH. Hal ini tak ubahnya dari perilaku arogan yang tidak seharusnya terjadi di tubuh PLN.
“Masa BUMN sebesar PLN menebak-nebak penggunaan daya oleh konsumen. Tidak sepatutnya dan tidak selayaknya di era digitalisasi dan era teknologi canggih ini, PLN tidak lebih maju dari emak-emak pedagang sayur di pasar yang hanya butuh kertas bekas dan pulpen untuk menulis total belanja dan penjualan,” pungkasnya. (DIN/rif)
No comments so far.
Be first to leave comment below.