Logo SitusEnergi
8 Alasan Serikat Pekerja Pertamina Tolak IPO 8 Alasan Serikat Pekerja Pertamina Tolak IPO
Jakarta, Situsenergi.com Sedikitnya ada 8 alasan mengapa Serikat Pekerja Pertamina atau FSPPB menolak rencana Initial Publik Offering (IPO) anak usaha Pertamina. Selain bertentangan dengan... 8 Alasan Serikat Pekerja Pertamina Tolak IPO

Jakarta, Situsenergi.com

Sedikitnya ada 8 alasan mengapa Serikat Pekerja Pertamina atau FSPPB menolak rencana Initial Publik Offering (IPO) anak usaha Pertamina. Selain bertentangan dengan UU BUMN, penjualan saham anak usaha Pertamina ke publik juga dikhawatirkan membahayakan kedaulatan energi nasional karena Perusahaan migas pelat merah itu menguasai hajat hidup orang banyak.

Hal itu disampaikan oleh Presiden FSPPB, Arie Gumilar dalam diskusi virtual mengenai rencana IPO Holding Geothermal Indonesia bersama Dewan Energi Mahasiswa dan juga para tokoh di sektor industri migas, Sabtu (7/8/2021).

Arie mengatakan, akan dilakukannya IPO terhadap 5 Anak Usaha Inti Pertamina, apalagi 3 dari 5 Anak Usaha Inti Pertamina tersebut yakni PT. Pertamina Geothermal Energy, PT. Pertamina Hulu Energi, dan PT. Pertamina International Shipping adalah anak usaha yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Sehingga rencana ini akan menimbulkan beberapa kekhawatiran.

“Pembentukan Sub Holding berpotensi mengarah kepada rencana pelepasan asset melalui IPO yang akan mengakibatkan tidak dapat dikontrolnya harga produk karena penentuan harga berpotensi akan diserahkan kepada mekanisme pasar,” ujar Arie.

Berikut adalah 8 alasan mengapa FSPPB menolak IPO:

Pertama, berpotensi melanggar UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 77 huruf (c) dan (d), bahwa “Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;” bunyi pasal 77 huruf (c). “Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi,” bunyi pasal 77 huruf (d).

BACA JUGA   Sejarah Baru! EDRR 2025 Satukan Pemerintah, TNI-Polri, dan Dunia Internasional untuk Mitigasi Bencana

Kedua, besarnya potensi Pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia NOMOR 52/PMK.010/2017 tentang penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran atau pengambilalihan usaha.

Ketiga, transfer pricing antar subholding berpotensi menyebabkan HPP (Harga Pokok Produksi) BBM meningkat. Jika ini terjadi maka yang dirugikan adalah rakyat karena harus membeli BBM dengan harga yang lebih mahal.

Keempat, potensi terjadinya Silo-silo antar subholding karena sudah menjadi entitas bisnis yang tersendiri dan mempunyai target kinerja masing-masing.

Kelima, terjadinya tumpang tindih bisnis antar Sub Holding yang memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat.

Keenam, kemampuan subholding dalam mengemban beban penugasan BBM PSO. Karena masing-masing subholding ditarget kinerja masing-masing, maka akan memungkin setiap subholding hanya memikirkan mengejar keuntungan dibandingkan memikirkan kepentingan rakyat.

Ketujuh, hilangnya Privilege yang diberikan oleh pemerintah ketika subholding melakukan IPO.

kedelapan, mengancam Ketahanan Energi Nasional dan Program Pemerataan Pembangunan (BBM 1 harga) tak berjalan.

Dalam kesempatan yang sama Direktur RegorMiner Institut, Komaidi Notonegoro menyampaikan perspektif dari sisi apa itu IPO dan motivasi suatu perusahaan melakukan IPO.

BACA JUGA   Panas Bumi Bikin Panen Dolar, PGE Bukukan Laba Fantastis!

Komaidi mengungkap, setidaknya ada beberapa alasan mengapa suatu perusahaan melakukan IPO. Berdasarkan pengalamannya ketika berkarier sebagai pemeriksa prospektus di Bursa Efek Jakarta (BEJ) ketika itu, tujuan perusahaan melakukan IPO pertama adalah untuk mendapatkan dana murah ketimbang utang.

Kedua adalah kondisi perusahaan sedang baik dan biasanya akan melakukan ekspansi usaha. Guna mendapatkan modal maka perusahaan itu akan sharing dengan pihak lain. Ketiga, perusahaan itu ingin meningkatkan citra.

“Biasanya ketika perusahaan sudah melantai di bursa, banyak yang l nih mengenal perusahaan itu,” ungkapnya.

Terakhir, yaitu perusahaan ingin meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan. Karena, kinerja perusahaan akan lebih mudah diawasi, bukan hanya dari dalam negeri namun seluruh pihak, bahkan kalangan internasional.

“IPO itu instrumen, jadi kita tidak bisa mengatakan IPO lebih buruk dibandingkan tidak IPO, ataupun sebaliknya. Karena memang berdasarkan data, kalau misal IPO tidak baik dalam konteks ekspansi usaha, k mudian tidak mungkin ada jumlah 763 perusahaan yang IPO di Bursa Efek Indonesia. Tapi juga ada data ketika nanti IPO tidak menjamin perusahaan itu akan berkembang untuk bisa ekspansi lebih baik ketimbang tidak IPO,” jelasnya.

Sementara itu dalam kasus rencana IPO Holding Geothermal Indonesia, lanjut Komaidi, akar permasalahannya adalah keterbatasan kemampuan Pertamina untuk melakukan ekspansi.

“Hasil kajian RegorMiner menemukan memang kadang Pemerintah itu tidak konsisten didalam memberikan penugasan atau implementing kebijakan PSO kepada Pertamina. Kalau dalam UU keuangan negara, yang namanya penugasan itu bukan domainnya BUMN. Karena BUMN hanyalah sebagai pelaksana penugasan,” tuturnya.

“Penugasan itu adalah domainnya negara yang diwakili pemerintah, sehingga harus tercermin dalam UU APBN tiap tahun, sehingga penugasan anggarannya harus disepakati DPR dan Pemerintah, nanti selisihnya Pertamina akan menagihkan,” pungkasnya. (SNU)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *