

UU Migas dan UU Ciptaker Tumpang Tindih, Energy Watch: Investor Bakal Bingung
ENERGI October 14, 2020 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergy.com
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, ketidaksinkronan aturan soal perizinan migas antara Undang-Undang (UU) Migas Nomor 22 Tahun 2001 dengan Pasal 5 ayat 1 UU Cipta Kerja (Ciptaker), berpotensi membuat iklim investasi sektor migas menjadi tidak kondusif.
Bagaimana tidak, Mamit menyebut, dengan terus berubahnya aturan soal investasi sektor migas, maka hal itu akan menciptakan kebingungan dan pemikiran negatif dari para investor, karena aturan yang mengikat soal investasi migas yang begitu kompleks dan selalu berubah-ubah.
“Kalau bicara ini pasti akan membingungkan, karena investor akan berpikir lagi, kok (aturannya) berubah lagi? Pasti akan menjadi pertanyaan,” ujar Mamit kepada SitusEnergy.com, saat dihubungi melalui pesan tertulis, Rabu (14/10/2020).
Pemerintah sendiri sebelumnya menyebut bahwa diciptakannya UU Ciptaker atau Omnibus Law Ciptaker ini salah satu tujuannya adalah untuk memangkas birokrasi dan perizinan. Dimana acapkali perizinan selalu terhambat di tingkat daerah. Meski demikian, menurut Mamit hal ini sebenarnya tidak berlaku pada perizinan sektor migas.
“Selama ini perijinan banyak di Jakarta. Untuk daerah saya kira lebih terbatas kalau sektor migas,” jelasnya.
Menurutnya, jika hal ini tidak diperjelas, dikhawatirkan adanya tumpang tindih aturan tersebut justru akan membuat investasi di sektor migas jadi tidak bergairah. Padahal di sisi lain, pemerintah harus terus mendorong target investasi di sektor migas, untuk meningkatkan kemandirian energi di Indonesia. “Ke depan, ini justru bisa jadi menghambat (investasi sektor migas),” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, pada klaster migas UU Cipta Kerja pasal 5 ayat (1) mengatur bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. Padahal didalam UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 Pasal 6 ayat (1), mengatur bahwa kegiatan usaha hulu Migas dilaksanakan melalui Kontrak Kerja Sama. Perubahan regime perijinan, dari kontrak kerja sama menjadi izin usaha ini yang dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian bagi investor Migas.(SNU/rif)
No comments so far.
Be first to leave comment below.