

Utang Menggunung Hingga Rp694,79 Triliun, PLN Disarankan Kaji Ulang Proyek 35 Ribu Megawatt
ENERGI September 4, 2020 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergy.com
PT PLN (Persero) diminta untuk mengkaji ulang pelaksanaan proyek pembangkit tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW) karena kondisi perusahaan saat ini dinilai sudah tidak sehat akibat utang yang menumpuk hingga Rp695,79 triliun.
Sebagaimana diketahui, merujuk pada laporan keuangan PLN pada kuartal I-2020, PLN memiliki utang jangka panjang sebesar Rp537 triliun, serta utang jangka pendek sebesar Rp157,79 triliun, sehingga totalnya mencapai Rp694,79 triliun.
Hal itu disampaikan Peneliti Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Elrika Hamdi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/9/2020).
Elrika mengungkapkan, PLN sendiri berutang sekitar Rp 100 triliun per tahun selama lima tahun terakhir, untuk membiayai proyek pembangkit listrik 35 ribu MW.
Ia juga mengungkap, laporan terbaru IEEFA menyebutkan bahwa PLN sejauh ini cenderung terpaku pada menu opsi-opsi pembangkitan ketimbang membuat perencanaan sistem kelistrikan secara holistik yang dapat memberikan solusi sistem yang komprehensif. Hal ini membuat PLN terjerembab pada siklus utang yang tak kunjung berakhir.
Padahal secara global, berbagai perusahaan pembangkit dan penyalur listrik telah lama mengubah cara mereka berbisnis, dan hal ini belum dilakukan PLN.
Elrika mengatakan, sebagaimana perusahaan listrik dunia lainnya, PLN mengalami penurunan pendapatan yang tajam karena konsumsi listrik masyarakat turun hingga 20% di saat-saat tertentu akibat pandemi Covid-19.
“Namun akar masalah PLN lebih dalam dari sekadar pandemi. Krisis senyap PLN mencerminkan disfungsi perencanaan dan tata kelola yang membuat perusahaan mengalami kelumpuhan strategis, tidak dapat mengubah arah atau beradaptasi dengan realitas pasar baru,” kata Elrika.
Dia menuturkan, walau sudah terlihat berbagai tanda peringatan, para manajer senior perseroan masih menjalankan bisnis listrik dengan pola pikir yang kuno. Sayangnya, model bisnis pada 2010 tersebut sudah tidak dapat menyelamatkan PLN dari jebakan utang yang kian dalam.
“Begitu pula dengan pola pemikiran ekonomi ekstraktif yang hanya memperdalam ketergantungan pada bahan bakar fosil, hanya karena sumber dayanya,” tuturnya.
Maka dari itu, menurutnya harus ada kemauan untuk mengajukan pertanyaan sulit ketika angka-angka pada laporan keuangan PLN sudah menunjukkan tanda bahaya.
“Ini merupakan tanda bahwa rencana pembangunan sistem kelistrikan berbasis sumber daya fosil ini sudah ketinggalan zaman di era kemajuan teknologi saat ini,” pungkasnya. (SNU/rif)
No comments so far.
Be first to leave comment below.