Logo SitusEnergi
Transisi Energi yang Adil, Pastikan Akses dan Keterlibatan Seluruh Aktor Transisi Energi yang Adil, Pastikan Akses dan Keterlibatan Seluruh Aktor
Jakarta, Situsenergi.com Civil of Twenty (C20) Indonesia bersama Business 20 (B20), Think 20 (T20) dan Science (S20) mendiskusikan topik transisi energi yang merupakan salah... Transisi Energi yang Adil, Pastikan Akses dan Keterlibatan Seluruh Aktor

Jakarta, Situsenergi.com

Civil of Twenty (C20) Indonesia bersama Business 20 (B20), Think 20 (T20) dan Science (S20) mendiskusikan topik transisi energi yang merupakan salah satu agenda prioritas G20 untuk mengeksplorasi rekomendasi kebijakan dari keempat engagement groups yang akan diperuntukan bagi pemimpin negara G20, melalui perspektif bisnis, peneliti, ilmuwan dan masyarakat sipil.

Isu transisi energi pada Kepresidenan G20 Indonesia difokuskan pada pembahasan aksesibilitas energi, meningkatkan teknologi untuk energi bersih, serta pendanaan bagi energi.

Meskipun ketiga isu prioritas yang dibawakan sangat penting untuk mengakselerasi transisi energi menuju penggunaan energi terbarukan, aksesibilitasnya serta keterlibatan dari pemangku-pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan juga sama pentingnya.

Terlebih, negara-negara G20 melingkupi 80% dari aktivitas ekonomi dunia dan merupakan penghasil gas rumah kaca (GHG) sebesar 75%. Sektor energi merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar yang menyebabkan kenaikan suhu dunia dalam beberapa dekade terakhir karena ketergantungan dunia pada sumber energi kotor.

Pada pembukaan lokakarya Transisi Energi, Aryanto Nugroho sebagai co-chair C20 Indonesia menyatakan bahwa kolaborasi merupakan kunci untuk mencapai transisi energi yang adil.

BACA JUGA   BAg Gandeng HDF Energy Indonesia untuk Kaji Potensi Kapal Bertenaga Hidrogen

Sementara Professor Yunita, Science 20,  mengedepankan pentingnya ‘people, planet and prosperity’ dalam mewujudkan transisi energi yang adil dan tidak terganggu. Prof. Yunita juga menyebutkan bahwa ego-sektoral dapat menjadi salah satu tantangan dalam memitigasi perubahan iklim.

“Partisipasi, kolaborasi, inklusivitas dan komunikasi antar aktor berbeda merupakan pendekatan transdisipliner yang sangat dibutuhkan untuk menanggapi tantangan pada transisi energi,” tuturnya.

“Saya juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan ‘people at the center’ dalam mewujudkan energi alternatif yang dapat memberikan keuntungan yang adil bagi seluruh pihak,” pungkasnya.

Mewakili Business 20, Oki Muraza menyampaikan bahwa perusahaan menghadapi tantangan untuk melakukan pengembangan bisnis tanpa menyebabkan kerusakan pada lingkungan.

“Mengurangi resiko instabilitas yang berhubungan dengan iklim merupakan salah satu penggerak kunci bagi perusahaan untuk melakukan aksi-aksi mitigasi iklim” ujarnya.

Menurutnya, Pertamina sebagai pemimpin dari Task Force 3: Lingkungan, Keberlangsungan dan Iklim pada Business 20 telah mengembangkan inisiatif teknologi hijau untuk menambah kapasitas energi terbarukan dalam pembauran sektor energi, seperti panas bumi, hidrogen hijau, dsb.

“Pertamina telah berhasil mengurangi 27% emisinya dari tahun 2010-2020 untuk mendukung Indonesia dalam mencapai nationally determined contribution (NDC) nya,” tutup Oki.

BACA JUGA   Bangga! Tim Medco E&P Tembus Top 10 Dunia di AI Hackathon GOTECH 2025

Sementara Moekti dari Think 20 memberikan pernyataan bahwa transisi energi bukan merupakan pilihan, namun sebuah kebutuhan.

 “Untuk mencapai Net Zero Emission, sumber energi yang kita gunakan harus berubah,” ujar Moekti.

“Transisi energi membutuhkan pendanaan, dan berbagai mekanisme pasar karbon (seperti; cap and trade, baseline and credit, carbon tax, dsb.) dapat menghasilkan keuntungan yang dapat diinvestasikan pada energi bersih,” pungkasnya.

Sunwoo Vivian Lee sebagai koordinator internasional kelompok kerja Lingkungan, Keadilan Iklim dan Transisi Energi (Kelompok Kerja ECE) C20 Indonesia memberikan desakan pada pemimpin-pemimpin G20 untuk mempertimbangkan ancaman terhadap perekonomian akibat aset terdampar dari bahan bakar berbasis fosil dikarenakan kebijakan energi global yang akan berubah pesat menuju penggunaan energi terbarukan.

Selain itu, Ia juga membicarakan akan pentingnya aksesibilitas energi terbarukan dan teknologi hijau untuk mempercepat transisi, terlebih dengan adanya ketimpangan perkembangan dalam pengembangan teknologi antara negara maju dan berkembang.

“Untuk mencapai target 1.5 derajat celcius yang diberikan oleh Perjanjian Paris, negara-negara harus bekerja sama untuk memperkuat aksi dan kebijakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dimulai dari sektor energi,” ujarnya.(ERT/SL)

BACA JUGA   Prabowo Teken 55 Proyek EBT Senilai Rp25 Triliun, RI Kebut Swasembada Energi!

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *