


Jakarta, Situsenergi.com
Dinamika politik belakangan ini terkait subsidi untuk kendaraan listrik yang disinggung oleh Bakal Calon Presiden 2024 Anies Baswedan kepada pemerintahan Jokowi terus bergulir dan sejumlah ahlinya berpendangan terkait hal ini.
Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan ketika terjadi dinamika publik terkait kendaraan listrik semestinya itu masukan yang bagus di dalam konstelasi politik 2024.
“Kalau ini menjadi salah satu topik diskusi seperti debat calon presiden (capres) mestinya ini bagus untuk mencapai roadmap zerro emission 2060 mendatang,” kata dia dalam sebuah wawancara televisi program Energy Corner yang disiarkan secara live streaming dikutip Jumat (19/05/2023).
Namun, meski kebijakan pemerintah memberikan subsidi untuk kendaraan listrik dinilai sudah bagus dalam rangka mendorong penggunaan kendaraan listrik yang pada ujungnya menekan emisi karbon, tapi pemerintah sebaiknya memperluas kebijakan itu untuk transportasi publik yang sudah jelas dibutuhkan masyarakat luas.
“Yang saya kasih masukan ke government adalah kenapa kemudian kita tidak melebar ke transportasi publik misalnya bus listriknya diperbanyak, KRLnya diperbanyak lagi sehingga yang mengakses lebih banyak,” kata dia lebih lanjut.

Dikatakannya, Komaidi memandang upaya menekan emisi karbon sebaiknya harus dilakukan secara paralel dari sektor hulu dan hilir dalam ekosistem kendaraan listrik.
“saya mau lepas dari political, artinya memang di dalam konteks logiknya emisi yang dikeluarkan dalam satuan yang sama antara batubara dan BBMpun memang lebih besar batubara, karena itu dilakukan secara paralel. Saya ibaratkan saya di depan punya warung tetapi di dapurnya masih sangat kotor, jadi harus dirapikan,” kata dia.
Sehingga, kata dia, PLTU batu bara yang terkait kendaraan listrik harus bertahap dan masif dilakukan transisi energi sehingga mampu mengimbangi kecepatan proses transisi kendaraan listrik.
“Sementara di dalam konteks kelistrikan saya liat belum cukup masif, problemnya masih relatif sama misalkan teman – teman panas bumi masih dihadapkan mekanisme pricing policy di PLN, kalau seandainya sebagian anggarannya dialokasikan kesana, ibaratnya dapurnya sudah rapi kemudian yang di depan saling melengkapi secara paralel,” kata dia.(SA/SL)
No comments so far.
Be first to leave comment below.