Logo SitusEnergi
SKK Migas Kurang Sigap Menghadapi Chevron SKK Migas Kurang Sigap Menghadapi Chevron
Jakarta, Situsenergy.com Pengelolaan Blok Rokan dari rezim Chevron Pacific Indonesa (CPI) ke Pertamina akan segera dilakukan. Namun proses transisi dari Chevron ke Pertamina pasca... SKK Migas Kurang Sigap Menghadapi Chevron

Jakarta, Situsenergy.com

Pengelolaan Blok Rokan dari rezim Chevron Pacific Indonesa (CPI) ke Pertamina akan segera dilakukan. Namun proses transisi dari Chevron ke Pertamina pasca diumumkannya pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina tidak berjalan mulus.

Rumitnya proses transisi terkait dengan siapa yang melakukan investasi agar bisa menjaga produksi Blok Rokan tidak ditanggapi secara sigap oleh SKK Migas untuk dicari solusinya. Bahkan Chevron sudah secara terang menyampaikan bahwa mereka tidak melakukan pengeboran lagi sejak 2018.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengaku menyayangkan ketidaksigapan SKK Migas terkait dengan lambatnya proses transisi Blok Rokan dari Chevron ke Pertamina.

“Saya sangat menyayangkan ketidaksigapan SKK Migas dalam memfasilitasi proses transisi ini. Padahal kita tahu bahwa Blok Rokan adalah penyumbang lifting migas kedua setelah Blok Cepu. Saya pastikan akibat berlarut-larutnya proses transisi ini akan berdampak pada produksi minyak nasional” ujar Mamit dalam keterangan tertulisnya yang diterima Situsenergy.com di Jakarta, Sabtu (07/3/2020).

Menurut Mamit, jika tidak ada investasi untuk menjaga produksi Blok Rokan maka negara akan kehilangan potensi produksi sebesar 15.000 BOPD. “Seperti yang disampaikan oleh SKK Migas, Blok Rokan bisa turun sampai 15.000 BOPD. Bahkan saya memperkirakan akan lebih tinggi lagi dari 15.000 BOPD jika situasi seperti ini terus berlanjut. Ini bukan sesuatu yang mudah. SKK Migas harus segera turun tangan. Sebagai pengawas para KKKS, saya kira SKK Migas harus bertaji dalam mengawasi mereka,” tukas Mamit.

BACA JUGA   Flores Siap Jadi Pusat Energi Hijau, Pemerintah Siapkan UPT dan Prodi Baru

Lebih jauh dikatakan, bahwa sesuai regulasi khususnya Permen ESDM Nomor 24 Tahun 2018  yang merupakan  perubahan dari Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2017, dinyatakan bahwa kontraktor wajib melakukan investasi pada wilayah kerjanya dan menjaga kewajaran tingkat produksinya sampai dengan berakhirnya masa kontrak kerja.

“Jika merujuk kepada Permen tersebut seharusnya Chevron tidak mempunyai alasan tahun 2019 sampai sekarang tidak melakukan pengeboran sama sekali. Mereka harus tetap berinvestasi demi menjaga produksi,” ujarnya.

Mamit juga menyampaikan bahwa untuk mendapatkan Blok Rokan tersebut Pertamina mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membayar Signature Bonus sebesar US$ 780 juta.

“Dengan membayar biaya Signature Bonus yang begitu besar untuk mendapatkan Blok Rokan, jangan sampai nanti pada saat mereka ambil alih produksinya akan terus menurun dan tidak sebanding dengan biaya yang sudah mereka keluarkan. Pertamina akhirnya kena zonk dari Blok Rokan ini dan akan semakin di salahkan oleh masyarakat karena dianggap tidak mampu dalam mengelola blok-blok terminasi,” pungkas Mamit Setiawan.(adi)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *