Jakarta, situsenergy.com
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) merupakan dokumen yang berfungsi sebagai pedoman pengembangan sistem tenaga listrik di wilayah usaha PLN untuk sepuluh tahun mendatang.
Menurut Vice President Public Relations PLN, Dwi Suryo Abdullah, RUPTL disusun tidak hanya berdasarkan untuk memenuhi kebutuhan listrik sepuluh tahun yang akan datang di.wilayah usaha PLN, tetapi juga mempertimbangkan jenis energi primer yang akan digunakan seperti Energi Baru dan Terbarukan, Gas, Batubara dan Minyak.
“Selain itu juga mempertimbangkan dana yang akan dibutuhkan agar lebih ekonomis guna menghasilkan daya listrik yang cukup, handal dan energi primer dimanfaaknan dan dipilih tersedia secara kontinyu, berorientasi pada pengelolaan lingkungan hidup yang bersih , sehingga dapat terhindar dari ketidakefisienan perusahaan sejak tahap perencanaan,” papar Dwi dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Dikatakan proyeksi kebutuhan tenaga listrik dapat dihitung melalui dua jenis pendekatan, yaitu melalui pertumbuhan penduduk yang fokusnya pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, dan melalui pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Kebijakan ketenagalistrikan merujuk pada beberapa aspek, yaitu tentang ekonomi makro, rasio elektrifikasi, pertumbuhan penduduk, dan focus group discussion (FGD) dengan Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Provinsi dan badan usaha, serta Dewan Energi Nasional (DEN).
“Mengenai ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi mengacu kepada APBN, sedangkan tahun Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) mengacu kepada visi ekonomi Indonesia dari Bappenas, sedangkan pembuatan RUKN merupakan amanat dari Kebijakan Energi Nasional (KEN),” paparnya.
Pasalnya, satu poin dalam penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) adalah Pemerintah Daerah diminta untuk membuat perencanaan pembangkit listrik sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing. “Perencanaan pembangkit listrik berbasis potensi daerah bertujuan untuk memenuhi target ketahanan energi nasional,” ujarnya.
Sebagai contoh, kata dia, jika di suatu daerah memiliki tambang batubara, maka bisa dibuat mine-mouth coal-fired power plant atau pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang, begitu pula jika terdapat geothermal, maka sebaiknya membangun pembangkit berbasis panas bumi.
“Kalau misalnya kecepatan anginnya tinggi, seperti di Kabupaten Sidrap dan Jeneponto di Sulawesi Selatan, serta Kabupaten Tanah Laut di Kalimantan Selatan didorong untuk membuat pembangkit listrik tenaga angin,” katanya.
Bila hal ini diakomodir akan berimplikasi mengurangi ketergantungan terhadap impor energi. “Dengan demikian, proses penyusunan RUPTL tidak hanya usulan PLN namun telah dikonsultasikan ke publik disaat penyusunannya, mengingat penyusunan RUPTL melalui tahapan yang sangat panjang mulai tingkat daerah yang tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD), selanjutnya menjadi dasar dalam penyusunan RUKN dengan mempertimbangkan masukan dari Dewan Energi Nasional dan visi ekonomi Indonesia 5 hingga 10 tahun mendatang,” jelasnya.(adi)
Leave a comment