Jakarta, situsenergi.com Pemerintah resmi meluncurkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang digadang-gadang menjadi cetak biru transformasi kelistrikan Indonesia. Dalam dokumen ini, terdapat...
Jakarta, situsenergi.com
Pemerintah resmi meluncurkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang digadang-gadang menjadi cetak biru transformasi kelistrikan Indonesia. Dalam dokumen ini, terdapat target besar: menambah kapasitas pembangkit hingga 69,5 gigawatt (GW) demi mendukung ambisi pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029. Tak hanya mengandalkan PLN, peta jalan ini juga membuka pintu lebar untuk investor swasta.
Target Besar: Listrik untuk Ekonomi Tumbuh 8%
RUPTL disusun berdasarkan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%. Untuk mencapainya, pasokan listrik harus dipastikan memadai, stabil, dan merata. Kebutuhan energi ini akan meningkat seiring ekspansi kawasan industri, pusat data, kendaraan listrik, hingga kawasan ekonomi khusus.
“Kita membutuhkan 69,5 GW listrik mulai tahun 2025–2034,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (27/5/2025).
76% Pembangkit dari Energi Baru Terbarukan (EBT)
RUPTL 2025–2034 menunjukkan komitmen serius pemerintah terhadap transisi energi. Sebanyak 76% dari penambahan pembangkit, atau sekitar 52,9 GW, akan berasal dari sumber energi baru terbarukan. Ini terdiri dari:
Sisanya, sebesar 24%, masih berasal dari pembangkit fosil seperti batu bara (6,3 GW) dan gas (10,3 GW). Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa arah kebijakan tetap mendukung pengurangan emisi karbon secara bertahap.
“Negara penggagas Perjanjian Paris seperti Amerika saja keluar, maka kita juga perlu realistis,” tegas Bahlil menanggapi kritik soal masih digunakannya batu bara dalam bauran energi.
Investasi Jumbo Capai Rp2.967 Triliun
Besarnya proyek ini tentu membutuhkan suntikan dana yang tidak sedikit. Total investasi yang dibutuhkan dalam RUPTL ini mencapai Rp2.967,4 triliun. Rinciannya:
Pembangkit: Rp2.133,7 triliun
Penyaluran listrik: Rp565,3 triliun
Pemeliharaan: Rp268,4 triliun
Pembangunan pembangkit akan melibatkan Independent Power Producer (IPP) atau pihak swasta sebesar 73% dari total investasi. Artinya, sekitar Rp1.566,1 triliun berasal dari investor non-PLN. Sementara sisanya akan dikucurkan oleh PLN.
“Investasi (pembangkit) Rp2.000 triliun lebih. IPP-nya sebesar Rp1.566,1 triliun (73%), ini yang diswastakan,” jelas Bahlil.
Serap Tenaga Kerja dan Bangkitkan Industri
Tak hanya soal listrik, RUPTL ini juga diyakini menyerap lebih dari 1,7 juta tenaga kerja. Sebanyak 836 ribu di antaranya berasal dari sektor pembangkit, dan sisanya untuk transmisi dan distribusi. Ini menjadi peluang besar dalam mendongkrak sektor ketenagakerjaan, khususnya bidang teknik, manufaktur, dan konstruksi.
Salah satu langkah penting dalam RUPTL kali ini adalah masuknya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan total kapasitas 0,5 GW. PLTN ini direncanakan dibangun di Sumatera dan Kalimantan, masing-masing 250 MW.
Selain itu, proyek transmisi sepanjang 47.758 km juga akan digarap. Wilayah yang jadi prioritas transmisi meliputi Jawa-Bali (13.889 km), Sumatera-Kalimantan (20.967 km), serta Sulawesi, Maluku, dan Papua (12.901 km).
PLN Siap Sinergi dengan Swasta
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan kesiapan PLN dalam menjalankan arahan pemerintah dan menggandeng swasta. Menurutnya, sinergi ini adalah bagian dari misi bersama mewujudkan kedaulatan energi nasional.
“Kami siap menjalankan arahan Menteri ESDM dalam menyukseskan RUPTL PLN 2025–2034 dengan bersinergi dengan pihak swasta,” tegas Darmawan.
Kolaborasi ini, lanjutnya, menjadi bukti nyata bahwa transisi energi dan pertumbuhan ekonomi bisa berjalan seiring.
“Ini merupakan wujud kolaborasi bersama tidak hanya dalam menciptakan kedaulatan energi nasional tapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi,” tutupnya. (GIT)
No comments so far.
Be first to leave comment below.