Jakarta, Situsenergi.com
Apakah RUPTL 2025-2034 akan menguntungkan publik atau justru memperbesar risiko finansial PLN? Penguasaan pembangkit swasta (Independent Power Plant/IPP) mencapai lebih dari 70 persen menimbulkan kekhawatiran serius bagi para pakar energi dan konstitusi. Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi, menegaskan bahwa dominasi swasta ini melanggar ayat 2 Pasal 33 UUD 1945, yang mengatur cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Beban Take or Pay bagi PLN
Selain masalah konstitusi, penguasaan 70 persen pembangkit oleh IPP berdampak langsung pada PLN. Skema Take or Pay (TOP) mewajibkan PLN membeli listrik atau membayar denda, meski komoditas tidak diambil. Defiyan menyoroti, “Skema ini mengamankan pendapatan IPP, tapi merugikan PLN dan publik. Tarif Dasar Listrik (TDL) murah akan sulit terwujud.” TOP memang menjaga pasokan, tetapi menimbulkan risiko biaya tinggi bagi BUMN dan konsumen.

Privatisasi Terselubung dan Potensi Konflik Hukum
Jika melihat komposisi 73 persen untuk IPP, isu privatisasi PLN menjadi masuk akal. Defiyan Cori menjelaskan, dominasi IPP ini berpotensi bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. “RUPTL 2025-2034 menjadi sinyal kuat kebijakan privatisasi muncul kembali. Revisi signifikan diperlukan agar keseimbangan antara kepentingan publik dan swasta tetap terjaga,” ujar Defiyan, Selasa (30/9/2025).
Dampak bagi Publik dan Energi Nasional
Dominasi IPP tidak hanya memengaruhi keuangan PLN, tetapi juga menyentuh kebutuhan energi masyarakat. Tarif listrik berpotensi naik, Gas Elpiji 3 kg ikut terdampak, dan energi rumah tangga menjadi lebih mahal. Hutahaean menegaskan, energi strategis harus dikelola sesuai konstitusi dan prinsip keadilan sosial agar masyarakat tetap menikmati layanan energi yang terjangkau.
Revisi RUPTL 2025-2034 Jadi Tanggung Jawab Bersama
Para pakar sepakat, revisi RUPTL 2025-2034 wajib dilakukan untuk mencegah preseden buruk. Dominasi IPP harus dibatasi agar PLN tetap mampu menyediakan listrik dengan tarif wajar dan menjaga kepentingan rakyat. Selain itu, transparansi dan pengawasan ketat diperlukan agar energi nasional tetap berada di jalur konstitusi dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, RUPTL 2025-2034 menuntut langkah strategis dan revisi signifikan. Tanpa itu, risiko kerugian bagi PLN dan masyarakat akan terus meningkat, sekaligus menantang kepatuhan terhadap UUD 1945. (GIT)
Leave a comment