Logo SitusEnergi
RPP Holding Migas Menunggu Tandatangan Jokowi RPP Holding Migas Menunggu Tandatangan Jokowi
Jakarta, situsenergy.com Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) holding tentang minyak dan gas bumi (migas) telah ditandatangani  oleh  menteri  terkait. Sekarang,  hanya tinggal menunggu Presiden Joko... RPP Holding Migas Menunggu Tandatangan Jokowi

Jakarta, situsenergy.com

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) holding tentang minyak dan gas bumi (migas) telah ditandatangani  oleh  menteri  terkait. Sekarang,  hanya tinggal menunggu Presiden Joko Widodo membubuhkan persetujuan.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Harry Fajar Sampurno kepada wartawan di Jakarta, Jumat (2/2), mejelaskan, telah ditandatangan oleh para menteri terkait.

“RPP semua  sudah dapat paraf untuk menteri terkait dan diajukan ke Presiden lewat Setneg (sekretariat Negara). Setelah ditandatangani Presiden, jadi PP,” kata Harry Fajar Sampurno.

Nantinya, setelah PP terbit, maka aspek legal pembentukan holding hanya tinggal dilanjutkan dengan penandatanganan akta inbreng saham. “Tapi dari aspek korporasi setelah PP nanti harus dibuat Keputusan Menkeu mengenai nilai pengalihan,” sambung Harry.

Sebelumnya, Lembaga riset Wood Mackenzie menyebutkan, ada sejumlah keuntungan yang akan didapat oleh Pertamina bila proses pembentukan holding BUMN migas terealisasi.

Di antaranya, Pertamina bisa memanfaatkan basis pelanggan PGN untuk memperluas jangkauan pemasaran perusahaan. Sekaligus diharapkan bisa menghindarkan Pertamina dari risiko kelebihan kontrak gas alam cair atau Liquid Nature Gas (LNG).

BACA JUGA   Dukung Transisi Energi, PT SMI Siapkan Skema Pembiayaan dan Investasi

Pertamina sejak 2014 lalu telah menandatangani kontrak impor gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) sebesar 1,5 juta ton per tahun dari Cheniere Corpus Christi, perusahaan asal Amerika Serikat.

Kontrak pembelian LNG ini dibuat karena diperkirakan Indonesia butuh gas impor mulai 2019. Dalam neraca gas bumi yang disusun Kementerian ESDM disebutkan, Indonesia butuh impor gas sebanyak 1.777 bbtud pada 2019, 2.263 bbtud pada 2020, 2.226 bbtud di 2021, 1.902 bbtud tahun 2022, 1.920 bbtud di 2023, 2.374 bbtud pada tahun 2024, dan 2.304 bbtud di 2025.

Sayangnya, infrastruktur penerima gas yang dimiliki Pertamina saat ini masih belum cukup untuk menampung dan mendistribusikan gas tersebut.

Untuk diketahui, Pemegang saham PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) menyetujui perubahan anggaran dasar, yang akan mengalihkan saham milik pemerintah kepada PT Pertamina (Persero). Pengalihan saham ini sebagai langkah pembentukan holding BUMN Migas.

Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) mayoritas pemegang saham menyetujui pengalihan saham Seri B milik negara di PGN.

BACA JUGA   Diskon Tarif Listrik Diperpanjang Sampai Juni 2021

“Tadi sudah diputuskan RUPSLB-nya, keputusan RUPSLB sudah disetujui 77,8 persen pemegang saham dari yang hadir, itu sudah kuorum suara sah,” kata dia di Jakarta, Kamis (25/1/2018).

‎Perubahan anggaran dasar tersebut, menjadi jembatan pembentukan induk usaha migas yang direncanakan pemerintah. Dengan begitu, Pertamina akan menjadi induk usaha sedangkan PGN menjadi anak perusahaan Pertamina.

Kemudian anak usaha Pertamina yang memiliki usaha sejenis dengan PGN, yaitu PT Pertamina Gas (Pertagas‎) dialihkan kepemilikannya ke PGN.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Fajar Harry Sampurno menegaskan, RUPSLB yang berlangsung hari ini sekedar membahas perubahan anggaran dasar.

Sedangkan akuisisi perusahaan dan pengalihan saham dilakukan setelah Peraturan Pemerintah (PP) holding migas keluar. (mul)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *