Logo SitusEnergi
Rencana Penghapusan Premium Harus Diperhitungkan Dengan Matang Rencana Penghapusan Premium Harus Diperhitungkan Dengan Matang
Jakarta, SitusEnergy.com Pemerintah telah menyampaikan rencana akan melakukan penghapusan BBM jenis Premium yang disebut sebagai jenis yang tak ramah lingkungan. Rencana tersebut dinyatakan sejalan... Rencana Penghapusan Premium Harus Diperhitungkan Dengan Matang

Jakarta, SitusEnergy.com

Pemerintah telah menyampaikan rencana akan melakukan penghapusan BBM jenis Premium yang disebut sebagai jenis yang tak ramah lingkungan. Rencana tersebut dinyatakan sejalan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 mengenai batasan Research Octane Number (RON).

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MR Karliansyah bahkan telah mengatakan bahwa PT Pertamina (Persero) akan menghapus bensin jenis Premium pada 1 Januari 2021. Kebijakan tersebut akan mulai diberlakukan untuk wilayah yang berada di Pulau Jawa, Madura, dan Bali (Jamali).

Menanggapi hal tersebut, Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori menyebut jika kebijakan penghapusan Premium benar-benar dilakukan, maka Pemerintah harus melakukan kajian yang kompregensif, terkait dampak ekonomi hingga sosial dan lingkungan bagi masyarakat.

“Pemerintah harus betul-betul cermat dalam membuat kebijakan penghapusan BBM yang tidak ramah lingkungan ini, terkait manfaat dan dampak yang akan terjadi pada kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders) secara keseluruhan, baik itu masyarakat, posisi pemerintah dan BUMN yang menangani sektor minyak dan gas bumi atau energi untuk menjaga keberhasilan program langit biru atau revolusi energi hijau (green revolution),” ujar Defiyan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/11/2020).

BACA JUGA   Panas Bumi RI Baru Digarap 12%, API: Sudah Saatnya Move On!

Cori mengatakan, kecenderungan menurunnya konsumsi premium sebenarnya telah terlihat sejak tahun 2014 atau lima tahun terakhir, berdasar data penjualan bahan bakar minyak (BBM) Pertamina. Tahun 2015 ke 2016, misalnya, konsumsi premium turun dari 27,6 juta kiloliter (KL) menjadi 21,6 juta KL. Penurunan konsumsi premium berlanjut ke tahun 2017 menjadi 12,3 juta KL, angka penurunan terbesar, yaitu 9,3 juta KL.

“Artinya ada potensi kerugian atas penurunan permintaan konsumen atas premium itu sejumlah Rp 59,985 triliun jika harga rata-ratanya Rp 6.450 per liter,” ujar Cori.

Ia menilai, publik tentu mendukung penyehatan dan penyelamatan lingkungan hidup demi keberlanjutan pembangunan bangsa dan negara, terutama udara yang bersih dan sehat bagi masyarakat, dan menolak berbagai pencemaran yang diakibatkan oleh sumber apapun, termasuk dari BBM.

Selain itu, penghapusan BBM jenis Premium juga disebutnya merupakan langkah pemerintah untuk menekan angka konsumsi BBM dengan nomor oktan 88 itu. Pasalnya, berdasarkan data KLHK, Premium masih mendominasi konsumsi bensin di masyarakat, yaitu sebesar 55 persen penjualan BBM.

“Namun dengan menurunnya konsumsi premium tersebut, berarti kebijakan pemerintah termasuk sudah terlambat dan cenderung istilahnya ‘menggantang asap’, semestinya arah kebijakan pemerintah lebih ditujukan menekan konsumsi BBM yang tak ramah lingkungan secara keseluruhan sesuai standar yang diberlakukan secara global, dalam hal ini termasuk RON 91.

BACA JUGA   Bahlil Lantik Dua Jenderal Penegak Hukum ESDM, Siap Basmi Pelanggaran Tambang!

“Nah, pertanyaannya adalah apakah pemerintah telah memperhitungkan dampak kebijakan penghapusan BBM tak ramah lingkungan ini bagi jalannya kegiatan perekonomian dan potensi pendapatan negara serta badan usaha yang mengelola industri energi ini, khususnya minyak dan gas bumi beserta bias kebijakan subsidi energi bagi keuangan negara yang terjadi selama ini?,” ujarnya menutup pernyataan. (SNU/rif)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *