Logo SitusEnergi
Reforminer : Jangan Ekstrim Transisi Energi Harus Dilakukan Bertahap Reforminer : Jangan Ekstrim Transisi Energi Harus Dilakukan Bertahap
Jakarta, Situsenergi.com Transisi energi tidak boleh dilakukan secara ekstrim atau terburu-buru. Proses transisi Energi Baru Terbarukan (EBT) juga tidak boleh menghilangkan fungsi dan peranan... Reforminer : Jangan Ekstrim Transisi Energi Harus Dilakukan Bertahap

Jakarta, Situsenergi.com

Transisi energi tidak boleh dilakukan secara ekstrim atau terburu-buru. Proses transisi Energi Baru Terbarukan (EBT) juga tidak boleh menghilangkan fungsi dan peranan industri hulu migas.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, dalam publikasi hasil risetnya, yang dikutip Situsenergi.com, Selasa (21/9/2021).

Diakui Komaidi, isu tentang transisi energi menjadi EBT tengah menjadi perhatian masyarakat dunia. Berdasarkan pengamatan, sejumlah negara kelompok OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) telah memformulasikan dan mendorong kebijakan percepatan proses transisi energi.

“Diantara formulasi kebijakan yang secara bertahap didorong diimplementasikan adalah kebijakan green investment,” tuturnya.

“Kegiatan industri hulu migas yang dinilai relatif tidak memenuhi kriteria green investment kemungkinan akan terkena dampak dari kebijakan tersebut,” sambungnya lagi.

Pemerintah sendiri melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebagaimana ditetapkan dalam Perpres No. 22/2017, memproyeksikan konsumsi minyak dan gas Indonesia pada tahun 2050 mencapai 8,69 juta BOEPD. Sementara untuk konsumsi minyak Indonesia diungkapkan Komaidi pada 2050 ternyata masih ada, diproyeksikan mencapai 4,62 juta barel per hari atau sekitar 3 kali dari konsumsi saat ini.

BACA JUGA   BOC vs BOD PERTAMINA? JANGAN BAKAR RUMAH HANYA UNTUK MEMBUNUH TIKUS

Meskipun RUEN menetapkan porsi minyak dalam bauran energi Indonesia menurun dari paling banyak 25 persen pada 2025 menjadi paling banyak 20 persen pada 2050, namun dikatakan Koamidi, secara volume konsumsi minyak Indonesia meningkat sekitar 111 persen dari 2,19 juta BOPD pada 2025 menjadi 4,62 juta BOPD pada 2050.

RUEN juga menetapkan porsi gas dalam bauran energi Indonesia meningkat dari 22,4 persen pada 2025 menjadi 24 perse pada 2050.

“Volume konsumsi gas diproyeksikan meningkat sekitar 171 persen dari 1,76 juta BOEPD pada 2025 menjadi 4,79 juta BOEPD pada 2050,” ungkap Komaidi.

“Berdasarkan proyeksi RUEN, total konsumsi minyak dan gas bumi Indonesia akan meningkat sekitar 137 persen, meningkat dari 3,95 juta BOEPD pada 2025 menjadi 9,40 juta BOEPD pada 2050,” sambungnya.

Sektor hulu migas juga memiliki peran penting dalam realisasi investasi di Indonesia. Data menunjukkan, rata-rata realisasi investasi hulu migas selama periode 2015-2020 sekitar 27 persen terhadap total realisasi investasi seluruh sektor ekonomi di Indonesia.

Kajian Reforminer sendiri menemukan bahwa titik balik produksi emisi dari negara-negara di Kawasan Eropa rata-rata terjadi ketika pendapatan per kapita mereka telah lebih dari 30.000 USD per kapita.

“Secara umum, negara-negara di Kawasan Eropa baru memberikan perhatian terhadap pengembangan dan pemanfaatan EBT ketika tingkat kesejahteraan meraka berada pada level yang cukup tinggi,” urainya.

Komaidi menambahkan, porsi EBT pada bauran energi primer Amerika Serikat pada tahun 2020 tercatat baru sekitar 12 persen terhadap total konsumsi energi mereka. Sementara pada tahun yang sama pendapatan per kapita Amerika Serikat tercatat sekitar 64.000 USD per kapita.

BACA JUGA   Pangkas 115 Anak Usaha Bikin Pertamina Makin Lincah

Sedangkan di Indonesia pada tahun 2020, jelas Komaidi, pendapatan per kapita tercatat baru sekitar 3.900 USD per kapita atau sekitar 6 persen dari pendapatan per kapita Amerika Serikat.

“Karena itu, ketika porsi EBT Amerika Serikat dalam bauran energi mereka baru sekitar 12 persen, sementara Indonesia memaksakan diri mencapai porsi 23 persen dalam bauran energi primer nasional dapat dikatakan tidak cukup proporsional,” ucapnya.

Berdasarkan sejumlah catatan tersebut, Reforminer menilai stakeholder pengambil kebijakan perlu memberikan perhatian terhadap kebijakan pengelolaan dan pengusahaan pada industri hulu migas.

“Berdasarkan kondisi eksisting dan proyeksi pemerintah untuk tahun 2050, cukup jelas bahwa transisi energi tidak akan mengurangi peran penting migas dalam bauran energi Indonesia. Hal tersebut tercermin dari konsumsi migas Indonesia pada 2050 yang diproyeksikan masih sekitar 9,40 juta BOEPD,” pungkasnya. (SNU)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *