


Jakarta, Situsenergi.com
Anggota Badan Legislasi DPR RI Mulyanto mengatakan, pihaknya menyambut baiputusan rapat pleno Badan Legislasi DPR yang menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) atau kewajiban memprioritaskan pasokan nasional untuk batubara sebesar 30 persen. Pasalnya angka ini dinilai cukup logis untuk keperluan menjaga ketahanan energi nasional.
“Dalam rapat pleno Baleg bersama pengusul RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT), Kamis (17/3), tercapai kesepakatan bahwa DMO batu bara sebesar 30 persen dimasukkan ke dalam RUU EBT, agar negara semakin kuat hadir dalam menjamin ketahanan energi nasional, khususnya energi listrik,” kata Mulyanto dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Menurut dia, sekarang pengaturan DMO dilakukan dalam bentuk Keputusan Menteri ESDM, di mana besaran DMO adalah 25 persen dari rencana produksi. Peningkatan bentuk pengaturan dari Kepmen menjadi Undang-undang serta peningkatan besaran DMO dari 25 persen menjadi 30 persen adalah dalam rangka untuk lebih memastikan kebutuhan batu bara dalam negeri.
“Dengan memastikan kebutuhan dalam negeri, bisa dipastikan bahwa kebutuhan baik untuk listrik maupun industri dalam negeri dapat tercukupi dengan harga yang terjangkau dan stabil,” ujar Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Ia menambahkan, ketentuan DMO ini penting dimasukkan ke dalam RUU EBT, sebab pengusaha batubara seringkali melanggar ketentuan DMO ini. Mereka lebih memilih mengekspor produksi batubara ke luar negeri, apalagi pada saat harga internasional sedang tinggi sehingga operasional PLN terancam dan risiko listrik padam meningkat.
“Untuk itu peran negara dalam menjamin pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri penting untuk ditingkatkan. Di sisi lain kebijakan umum energi kita menempatkan komoditas energi primer, seperti batu bara, tidak sebagai komoditas ekonomi yang diperdagangkan dalam rangka meningkatkan devisa negara. Namun lebih ditempatkan sebagai sumber penunjang pembangunan nasional,” papar Mulyanto.
Sebelumnya, Kepala PenelitianCenter for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai, peningkatan besaran DMO akan mempengaruhi kinerja perdagangan internasional Indonesia dan akan mendistorsi pasar global dengan berimplikasi pada hubungan Indonesia dan mitra dagangnya.
“Kebijakan ini juga berpotensi memicu retaliasi atau pembalasan dari mitra dagang dan akan mempengaruhi kestabilan harga komoditas,” kata Felippa Ann Amanta.
Menurut dia, jika banyak komitmen ekspor atau perdagangan yang tidak terpenuhi maka Indonesia bisa terlihat seperti mitra dagang yang tidak bisa diandalkan.
“Padahal, saat ini Indonesia sebagai tuan rumah G20 punya posisi kuat untuk memimpin koordinasi dan kerja sama internasional demi pemulihan ekonomi global,” pungkasnya.(Ert)
No comments so far.
Be first to leave comment below.