Logo SitusEnergi
Pro Kontra BUMN Khusus Di Sektor Energi, Imbas Dari Omnibus Law Pro Kontra BUMN Khusus Di Sektor Energi, Imbas Dari Omnibus Law
Jakarta, SitusEnergy.com Rancangan undang-undang sapu jaga atau omnibuslaw menyebut Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan diganti... Pro Kontra BUMN Khusus Di Sektor Energi, Imbas Dari Omnibus Law

Jakarta, SitusEnergy.com

Rancangan undang-undang sapu jaga atau omnibuslaw menyebut Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan diganti dengan istilah Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMK) pelaksana kegiatan usaha hulu migas.

Hal ini menimbulkan pro kontra di kalangan industri migas nasional. Sebagian berpendapat, jika memang benar dibentuk, BUMK tersebut nasibnya akan sama dengan BP Migas yang dahulu pernah dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap punya wewenang yang tumpang tindih dengan fungsi Kementerian ESDM dan membuat bisnis migas menjadi tidak efisien. Disisi lain, ada pula yang berpandangan memang sebaiknya fungsi SKK Migas dikembalikan ke Pertamina, sebagai BUMN energi yang dahulu pernah menjadi pengelola seluruh bisnis hulu migas di Indonesia.

Menanggapi pro kontra tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan memiliki pandangan tersendiri. Ia lebih memilih untuk mengembalikan kewenangan pengelolaan bisnis hulu migas kepada Pertamina dan tidak perlu membentuk BUMK, seperti disebutkan didalam RUU Omnibus Law.

“Terkait Omnibus Law dimana salah satunya adalah penggantian SKK Migas oleh BUMN Khusus, saya melihatnya mesti lebih di kaji secara komprehensif lagi karena dalam UU BUMN kita, tidak ada namanya BUMN Khusus. Jika melihat fungsinya,saya kira ini akan jadi BP Migas jilid dua. Padahal kita tahu bahwa MK justru membubarkan BP Migas,” ujar Mamit kepada SitusEnergy.com saat dihubungi pada Rabu (19/2/2020).

BACA JUGA   Swasembada Energi atau Reshuffle! Pesan Tegas Prabowo di Forum Internasional

Mamit berpandangan, peran SKK Migas atau terdahulunya yaitu BP Migas memang pernah dijalankan oleh Pertamina. Hal ini, kata dia, bisa saja dikembalikan lagi fungsinya ke Pertamina, namun dengan beberapa perbaikan dan juga catatan tertentu, sehingga bisnis hulu migas menjadi lebih efisien, dan tentu juga kepastian hukum bagi pelaku usaha hulu migas bisa lebih terjamin.

“Berikan saja kepercayaan kepada Pertamina jika untuk mengelola potensi migas di Indonesia. Karena jika membuat BUMN Khusus kita perlu merevisi kembali UU BUMN atau mengeluarkan peraturan baru untuk mengatur BUMN Khusus tersebut,” tuturnya.

Meski demikian, Mamit tetap percaya bahwa pemerintah dan DPR tentu akan mencari solusi yang terbaik dengan RUU Omnibus Law tersebut. Hal terpenting menurutnya adalah bagaimana penguasaan negara terhadap sumber daya alam migas, bisa dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Fungsi kontrol dan pengawasan, entah itu oleh BUMK atau BUMN harus berjalan secara maksimal dan yang pasti bisa memberikan kepastian hukum terhadap investasi migas di Indonesia. Mengingat dunia migas adalah dunia yang high risk dan high cost. Kondisi dunia migas kita yang terus mengalami penurunan mulai dari lifting maupun cadangan migas terbukti harus segera dibenahi kembali. Sehingga kedepan antara konsumsi dan produksi tidak terlalu dalam selisihnya,” pungkasnya. (SNU/rif)

BACA JUGA   Dorong Talenta Pelaut Berdaya Saing Global, PIS Luncurkan Beasiswa dengan 7 Kampus Nasional

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *