

Premium Dianggap Tak Ramah Lingkungan, Energy Watch Justru Soroti Beban Subsidi
ENERGI June 25, 2020 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, SitusEnergy.com
Dibalik pro dan kontra tentang bahan bakar jenis premium yang ramah lingkungan atau tidak, pengamat energi dari Energy Watch, Mamit Setiawan justru menyoroti persoalan lain, yaitu subsidi terhadap bahan bakar premium yang disebutnya tidak efektif dan membebani keuangan negara.
Sebelumnya, YLKI menilai sudah saatnya Indonesia menghilangkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan dan tidak memenuhi standar Euro. Pasalnya, tingginya penggunaan BBM jenis tersebut menjadi pemicu utama polusi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
YLKI berpendapat, hal ini akibat masih dominannya penggunaan kendaraan bermotor pribadi sebagai moda transportasi utama warga. Sekalipun saat ini peran angkutan umum masal sudah mulai dirasakan, tapi penggunaan kendaraan pribadi masih menjadi mayoritas.
“Perihal ini saya menanggapinya bahwa dengan menggunakan BBM Ron tinggi, maka masyarakat akan mendapatkan keuntungan secara maksimal karena kinerja mesin menjadi lebih baik lagi. Kompresi mesin menjadi lebih tinggi dampaknya adalah bisa lebih irit dan mesin menjadi tidak cepat mengalami kerusakan. Belum lagi,kalau pakai premium, mesin bisa menggelitik dan bikin kurang maksimal mesin,” ujar Mamit kepada SitusEnergy, Kamis (25/6/2020).
Mamit mengatakan, terkait polusi udara di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri sebenarnya telah memiliki aturan yang jelas terkait penggunaan bahan bakar ramah lingkungan.
“Pertamina sendiri sebenarnya melalui program GRR dan RDMP sekarang, saya kira sedang mempersiapkan secara signifikan kemampuan kilang mereka untuk meningkatkan produks BBM yang ramah lingkungan. Jadi saya kira kita harus persiapkan ini secara maksimal,” tuturnya.
Di sisi lain, penggunaan premium sendiri sebenarnya memang sudah kurang efisien, karena melibatkan subsidi yang menggunakan uang negara, khususnya pada jenis premium penugasan. Maka itu, lanjut Mamit, terlepas dari persoalan ramah lingkungan atau tidak, penggunaan premium sejatinya membebani keuangan negara.
“Perlu diingat juga,bahwa sejauh ini Premium itu masih di subsidi oleh pemerintah melalui dana kompensasi kepada Pertamina. Ujung-ujungnya akan menambah beban APBN, juga karena selisih keekonomian tersebut,” pungkasnya. (SNU/rif)
No comments so far.
Be first to leave comment below.