Logo SitusEnergi
Potensinya Besar, SKK Migas Akan Usung Gas Bumi di Presidensi G20 Potensinya Besar, SKK Migas Akan Usung Gas Bumi di Presidensi G20
Jakarta, Situsenergi.com Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, dari sekian banyak cekungan, terkhusus... Potensinya Besar, SKK Migas Akan Usung Gas Bumi di Presidensi G20

Jakarta, Situsenergi.com

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, dari sekian banyak cekungan, terkhusus di Indonesia bagian timur, mayoritas adalah cekungan gas yang dapat mendorong produksi gas dari sekarang sekitar 6 BSCFD menjadi 12 BSCFD pada 2030.

“Ini yang mesti kita usung dalam forum kerja sama multilateral Group of Twenty atau G20 untuk menarik minat investor dalam menjalankan transisi energi. Bahwa potensi Indonesia ke depan akan menjadi penghasil gas yang besar, sehingga diharapkan investor akan datang untuk investasi di Indonesia,” kata Dwi dalam pernyataannya yang dikutip di Jakarta, Sabtu (23/4/2022).

Menurut Dwi, pihaknya akan membuat syarat dan kondisi di dalam negeri supaya menarik untuk investor karena portofolio di dunia akan sangat bersaing dari satu negara ke negara lain.

“Berdasarkan proyeksi kebutuhan energi nasional, konsumsi gas bumi akan meningkat sebesar 298 persen dalam bauran energi pada 2020 sampai 2050,” tukasnya.

Pihaknya juga mengungkapkan, bahwa lebih dari 50 persen penemuan sumur eksplorasi yang terjadi dalam satu dekade terakhir lebih banyak gas bumi, sehingga rata-rata 70 persen plan of development berupa pengembangan lapangan gas bumi.

BACA JUGA   Bangun Ekosistem EV, Prabowo Resmikan Groundbreaking Pabrik Baterai Listrik di Karawang

Melansir BP Energy Outlook 2021, cadangan produksi gas bumi Indonesia mencapai dua kali lebih besar dibandingkan minyak bumi.

“Banyak investor tertarik dengan penangkapan karbon, utilisasi, dan penyimpanan di Indonesia. Emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan hulu migas nantinya akan didaur ulang, lalu diinjeksikan ke dalam perut bumi,” tukasnya.

Sementara itu, lanjut dia, emisi karbon yang dihasilkan dari industri-industri salah satunya pembangkit listrik adalah yang paling banyak, sehingga ke depan ini akan menjadi game changer untuk mengatasi permasalahan lingkungan.

“Indonesia punya banyak reservoir yang sudah kosong dan bisa dimanfaatkan menjadi CCUS. Beberapa perusahaan yang tertarik mengembangkan CCUS, di antaranya Exxon bekerja sama dengan Pertamina, kemudian ada juga Premier Oil dan BP,” papar Dwi.

Lebih jauh ia mengatakan, rencana pengembangan teknologi CCUS akan menjadi menarik terkhusus cekungan yang berada di sekitar wilayah Singapura dan Malaysia.

“Sekarang orang sudah melakukan uji coba untuk membawa karbon ini dalam bentuk liquid untuk dibawa ke suatu tempat, lalu dimasukkan ke dalam CCUS. Biayanya sekarang masih tinggi, tetapi ini menjadi daya tarik Indonesia dalam kaitan dengan isu lingkungan saat ini,” jelas Dwi.

BACA JUGA   BBM Subsidi Dorong Layanan KAI: 17,7 Juta Penumpang Terlayani

“Indonesia punya cadangan gas yang besarnya, kemudian CCUS karena Indonesia punya reservoir banyak yang bisa dimanfaatkan dunia untuk menyimpan karbon dioksida,” tukasnya.

Bahan Baku Industri

Dwi juga menyatakan, bahwa era transisi energi menempatkan komoditas migas bukan hanya untuk energi tetapi juga menjadi bahan baku industri.

“Meskipun someday EBTKE sudah bisa memenuhi kebutuhan energi, maka kebutuhan bahan baku industri khususnya petrokimia masih sangat besar. Jadi, (migas) akan bergeser ke arah sana,” katanya.

Dwi mengungkapkan energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) saat ini masih menghadapi persaingan harga, sehingga harus mendapatkan berbagai insentif untuk bisa bersaing dengan energi konvensional dari minyak dan gas bumi.

Sementara itu, isu lembaga finansial yang dikabarkan enggan mendanai energi konvensional seperti minyak dan gas bumi menyebabkan harga komoditas naik.

“Apabila tidak ada lembaga finansial yang mau mendanai proyek-proyek hulu migas, maka tidak akan ada tambahan produksi migas, sedangkan energi baru terbarukan masih belum siap memenuhi kebutuhan energi masyarakat maupun industri,” ungkapnya.(Ert/rif)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *