Logo SitusEnergi
PLTU Batubara Pensiun Dini, Pemerintah Harus Cermati Dampak Ekonominya PLTU Batubara Pensiun Dini, Pemerintah Harus Cermati Dampak Ekonominya
Jakarta, Situsenergi.com Kebijakan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara akan terdampak secara langsung dari kebijakan pensiun dini PLTU akan terdampak secara langsung... PLTU Batubara Pensiun Dini, Pemerintah Harus Cermati Dampak Ekonominya

Jakarta, Situsenergi.com

Kebijakan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara akan terdampak secara langsung dari kebijakan pensiun dini PLTU akan terdampak secara langsung kepada jutaan orang yang terlibat dalam industri pertambangan batubara, termasuk vendor, pemasok, hingga pendukung industri tersebut.

“Kebijakan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara perlu dicermati dampak ekonominya ke depan karena efek sampingnya adalah kemiskinan,” kata mantan Menteri Pertambangan Kuntoro Mangkusubroto dalam seminar transisi energi dan sumber daya mineral yang dipantau di Jakarta, Senin (07/1/2022).

“Jika jutaan orang itu dilepas ke pasar dengan keahlian yang tidak sesuai permintaan pasar, maka hal itu dapat menyebabkan kemiskinan. Ini juga perlu kita hindari dan cermati,” lanjut Kuntoro.

Hal ini kata dia, belum termasuk dampak yang akan diresakan seluruh rakyat yang menikmati aliran listrik, kemudian sumber listriknya menghilang karena pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan PLTU tidak berjalan.

“Padahal dari sisi kesiapan energi baru terbarukan belum maksimal untuk memasok listrik. Ini kita sebut just process dalam pengenalan energi baru terbarukan (EBT). Jadi, kita perlu melihat ini secara komprehensif,” tukasnya.

BACA JUGA   Bukan Cuma Omon-omon Soal Go Green! Pertamina Pasang PLTS Atap Terbesar di Kilang Balikpapan

Namun ia menilai, tren penggunaan EBT terus meningkat dari waktu ke waktu seiring kemajuan teknologi yang membuat harga listrik bersih kian murah ketimbang berbahan bakar fosil.

“Kemajuan teknologi akan membuat keseimbangan persaingan usaha antara EBT dan energi fosil. Tadinya, PLTU lebih murah daripada energi baru terbarukan, namun karena kemajuan teknologi maka energi baru terbarukan juga akan menjadi jauh lebih murah daripada PLTU,” paparnya

Kuntoro juga mengapresiasi upaya PT PLN (Persero) yang sekarang sedang membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat, karena harga listrik dari pembangkit itu hanya empat sen dolar AS per kWh.

“Pembangkit listrik berbahan bakar fosil kini telah tertinggal dari sisi teknologi, sehingga secara komersial akan sulit bersaing dengan EBT,” pungkasnya.

Sementara Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan salah satu yang menjadi penggerak transisi energi global adalah biaya teknologi energi hijau yang semakin turun dan semakin rendah dari waktu ke waktu.

“Harga panel surya telah mengalami penurunan sebesar 90 persen dalam satu dekade terakhir pada rentang 2010 sampai 2020. Adapun harga turbin angin juga turut mengalami penurunan sebesar 48 persen.
Sedangkan, dalam lima tahun, harga battery storage mengalami penurunan sebanyak 40 persen,” papar Fabby.

Menurut dia, Badan Energi Terbarukan Internasional (Irena) memproyeksikan harga panel surya akan turun 55 persen pada 2030 dan 45-55 persen untuk tubin angin.

BACA JUGA   Bye BBM! Nias Siap Pakai Gas Bersih, PLN EPI Tancap Gas!

“Selain harga teknologi yang semakin turun, akses pada teknologi ini semakin terbuka dan semakin luas,” tutup Fabby.(Ert/Rif)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *