Jakarta, situsenergi.com
PLN kembali unjuk komitmen di panggung global setelah meneken dua kerja sama strategis pada forum Seller Meets Buyer di COP30 Belém, Brasil. Melalui penandatanganan Mutual Expression of Intent bersama Norwegia lewat GGGI dan MoU dengan Carbon Ex Inc Jepang, Indonesia kian agresif memperkuat pasar karbon lintas negara.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan pentingnya langkah ini untuk mempercepat pengurangan emisi. “Momentum ini membuktikan kemampuan Indonesia mendukung target global lewat perdagangan karbon Pasal 6,” ujarnya.
Direktur Teknologi, Engineering dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi, menyebut PLN kini mengambil peran lebih besar sebagai akselerator pasar karbon. Ia menegaskan bahwa dunia bergerak cepat menuju NZE. “Kolaborasi bukan pilihan, tetapi keharusan untuk mencapai Net Zero Emissions 2060,” tegasnya.
Evy menjelaskan bahwa RUPTL 2025–2034 menargetkan tambahan pembangkit 69,5 GW, dengan 76% berasal dari EBT dan storage. Proyek baru itu diprediksi menghasilkan lebih dari 1.000 TWh listrik hijau dan membuka peluang ekspansi energi bersih Indonesia.
PLN menawarkan dua produk green attributes: Unit Karbon untuk mengimbangi emisi dan layanan energi hijau seperti REC dan Dedicated Green Energy Sources. “REC memberi pengakuan resmi bahwa listrik berasal dari energi terbarukan dan menjadi instrumen penting percepatan dekarbonisasi,” jelas Evy.

PLN juga membuka peluang forward offtake tiga proyek bersertifikasi Gold Standard, termasuk PLTS 50 MW berstorage di IKN dengan potensi reduksi 1,5 juta ton CO₂e. Evy menutup pernyataannya dengan optimisme, “Dengan dukungan teknologi dan investor, kita bisa mempercepat proyek strategis yang berdampak nyata bagi penurunan emisi.” (*)
Leave a comment