Jakarta, Situsenergi.com
PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) menegaskan gas bumi tetap memegang peran kunci dalam transisi energi nasional. Direktur Gas dan BBM PLN EPI, Erma Melina Sarahwati, menyebut gas sebagai fondasi yang menjaga kelenturan sistem kelistrikan di tengah masifnya bauran energi hijau.
“Gas adalah bridging fuel yang menjaga fleksibilitas sistem. Tanpa pasokan pasti dan infrastruktur yang siap, transisi energi tidak akan berjalan,” ujar Erma.
Kebutuhan gas PLN melonjak signifikan, naik 5,3% setiap tahun dari 1.600 BBTUD pada 2025 menjadi 2.600 BBTUD di 2034. Pertumbuhan ini terjadi seiring percepatan konversi pembangkit berbahan bakar minyak menuju gas.
Namun, perjalanan menuju 2034 tidak mudah. Produksi gas pipa terus menurun, sementara kontrak LNG Tangguh berakhir pada tahun tersebut. “Kami butuh cadangan baru, pengalihan pasokan dari ekspor yang habis masa kontraknya, dan perpanjangan kontrak eksisting,” tegasnya.

Tantangan lain muncul dari jarak antara sumber gas dan pusat konsumsi. Sebagian besar cadangan berada di wilayah timur, sementara permintaan terbesar ada di Jawa dan Sumatera. Saat ini suplai mengandalkan jaringan pipa dan FSRU Lampung, Arun, Nusantara Regas, Bali, dan Gorontalo.
PLN EPI terus memacu proyek gasifikasi pembangkit di Nias, Sulawesi–Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. FSRU Bali tengah diperbesar, sementara unit baru di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Cilegon disiapkan. Jika seluruh proyek tuntas, kapasitas penyimpanan LNG nasional naik menjadi 1,2 juta meter kubik dengan kemampuan regasifikasi hingga 4 juta kaki kubik per hari.
“Percepatan infrastruktur gas butuh kolaborasi dengan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan,” kata Erma. Proyek klaster Nias ditargetkan beroperasi Desember 2025, pipa WNTS–Pemping rampung pada 2026, dan pengembangan klaster timur selesai pada 2028. (DIN/GIT)
Leave a comment