Logo SitusEnergi
Pertamina Mulai Produksi Bioavtur J2.4, Energy Watch: Harus Didukung Dengan DMO Kelapa Sawit Pertamina Mulai Produksi Bioavtur J2.4, Energy Watch: Harus Didukung Dengan DMO Kelapa Sawit
Jakarta, Situsenergi.com PT Pertamina (Persero) berhasil mencetak milestone baru dalam industri aviasi nasional melalui produksi ‘Bioavtur J2.4’, sebuah inovasi energi bersih berbasis bahan bakar... Pertamina Mulai Produksi Bioavtur J2.4, Energy Watch: Harus Didukung Dengan DMO Kelapa Sawit

Jakarta, Situsenergi.com

PT Pertamina (Persero) berhasil mencetak milestone baru dalam industri aviasi nasional melalui produksi ‘Bioavtur J2.4’, sebuah inovasi energi bersih berbasis bahan bakar nabati untuk moda transportasi udara.  Uji coba penggunaan Bioavtur J2.4 pada pesawat CN235 FTB menjadi penanda keunggulan bahan bakar nabati yang diproduksi Kilang Pertamina Internasional unit Cilacap tersebut.

Produksi Bioavtur J2.4 itu sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 7 ‘Energi Bersih dan Terjangkau’, Bioavtur J2-4 produksi Pertamina berkontribusi dalam upaya penurunan emisi karbon. Tak hanya SDGs, di level nasional pengembangan Bioavtur juga selaras dengan target Indonesia melalui Kementerian ESDM dalam mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23% tahun 2025 sesuai Kebijakan Energi Nasional.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan memberikan apresiasi terhadap capaian pertamina tersebut. Menurutnya, untuk jangka pendek serapan produk kelapa sawit nasional bisa dioptimalkan melalui produksi Bioavtur J2.4 tersebut. Namun demikian, seperti halnya produk batu bara, produk kelapa sawit dan turunannya juga sebaiknya dibuatkan aturan Domestic Market Obligation (DMO), untuk melindungi ketersediaan bahan baku Bioavtur J2.4, ketika nanti produksi Pertamina sudah konsisten dan produknya sudah digunakan luas di Tanah Air. 

“Produk ini kan masih menggunakan Kelapa Sawit yang memang masih di embargo oleh Uni Eropa, jangan sampai nanti ketika pasar ini dibuka kembali, harga sawit akan meningkat tinggi, jatuhnya nanti harga jual avtur lebih mahal ketimbang tidak dicampur (nabati). Karena ini kan menggunakan FAME, jangan sampai nanti justru biaya pokok produksinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan Avtur murni. Karena embargo (Uni Eropa) ini kan hanya bersifat sementara, kita tidak tahu kedepan seperti apa,” ujar Mamit kepada Situsenergi.com, Kamis (9/9/2021). 

Namun demikian, diluar permasalahan tersebut, Mamit berharap dengan terciptanya produk Bioavtur J2.4 ini, maka sedikit banyak akan mengurangi kebutuhan impor terhadap avtur yang nantinya berujung pada penghematan devisa negara. 

“Dengan bioavtur ini merupakan upaya pemerintah dan Pertamina untuk menciptakan produk yang lebih green, ini pastinya bisa mengurangi kuota impor produk dari avtur, yang bisa dilakukan oleh Pertamina,” tuturnya. 

Sementara itu, Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, Ifki Sukarya menegaskan bahwa melalui tahap pengembangan yang komprehensif, Bioavtur J2.4 terbukti menunjukkan performa yang setara dengan bahan bakar avtur fosil. 

“Sejak tahun 2014, Pertamina telah merintis penelitian dan pengembangan Bioavtur melalui Unit Kilang Dumai dan Cilacap. Performa Bioavtur sudah optimal, dimana perbedaan kinerjanya hanya 0.2 – 0.6 persen dari kinerja avtur fosil. Bioavtur J2.4 mengandung nabati 2.4 persen, ini merupakan pencapaian maksimal dengan teknologi katalis yang ada,” jelas Ifki.

Kontribusi Pertamina dalam mengembangkan Bioavtur J2.4 dilakukan terpadu sejak tahun 2014 yang meliputi dua tahap penting. Tahap awal pengembangan tersebut dikelola oleh PT Kilang Pertamina Internasional unit Dumai melalui Distillate Hydrotreating Unit (DHDT).  Tahap pertama ditandai dengan proses ‘Hydrodecarboxylation’, dimana target awal kami adalah produksi diesel biohidrokarbon dan bioavtur dalam skala laboratorium.

BACA JUGA   Pertamina Resmikan Fasilitas Baru Universitasnya, Targetnya Bikin Kampus Kelas Dunia!

Sementara, tahap ke-2 ditandai dengan proses ‘Hydrodeoxygenation’, dimana Pertamina telah berhasil memproduksi diesel biohidrokarbon yang lebih efisien,’ jelas Ifki Sukarya. Puncaknya, tahun 2020, unit Kilang Dumai berhasil memproduksi  Diesel biohidrokarbon D-100 yang 100 persen berasal dari bahan baku nabati yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO).

RBDPO adalah minyak kelapa sawit yang sudah melalui proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan bau. Tahap awal tersebut menjadi langkah penting pengembangan green product termasuk green diesel dan bioavtur.

Pengembangan Bioavtur J2.4 yang dikelola oleh Kilang Pertamina Internasional melalui unit Dumai dan Cilacap merupakan dukungan dari roadmap Environment, Social dan Government (ESG) yang merupakan pilar bisnis perusahaan. Ifki menambahkan, untuk mencapai misi ESG, seluruh unit di bawah pengelolaan PT Kilang Pertamina Internasional telah merintis integrasi Green Refinery dalam proses bisnisnya.  Upaya pengembangan energi dan produk hijau di lingkungan kilang Pertamina mencakup Green Diesel, Green Avtur dan Green Gasoline. 

“Pengembangan energi bersih merupakan bagian strategic initiatives Kilang Pertamina Internasional untuk mencapai visi world class refining & petrochemical tahun 2027,” pungkas Ifki Sukarya. (SNU)

BACA JUGA   Tantangan Global Gak Bikin Ciut, Ini Cara Pertamina Jaga Energi Nasional

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *