Permen ESDM Terkait Penyaluran BBM Belum Mencerminkan Keadilan
ENERGI March 19, 2018 Editor SitusEnergi 0
Jakarta,situsenergy.com
Pengamat Kebijakan energy, Sofyano Zakaria mengatakan, bahwa Peraturan Menteri ESDM nomor 13 tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran BBM dan LPG, mengesankan bahwa pemerintah sangat peduli dengan masyarakat pengguna Solar dan Premium.
“Permen yang sudah tercatat dalam Lembaran Negara itu memang terkesan sangat peduli dengan konsumen. Namun di sisi lain Permen tersebut juga bermakna mengorbankan BUMN Pertamina dan badan usaha swasta lain yang ditugaskan menyalurkan BBM jenis Solar,” kata Sofyano saat dihubungi Linkpublik.com di Jakarta, Senin (19/3).
Sofyano menjelaskan, bahwa sesuai Pasal 8 dan 9 dari Permen dimaksud, badan usaha yang ditugaskan menyalurkan BBM Solar yakni Pertamina dan AKR, wajib menyalurkan Solar tepat sasaran dan tepat volume.
“Penafsiran atas tepat volume itu bisa dinyatakan bahwa badan usaha wajib menjual seluruh kuota Solar bersubsidi yang sudah ditetapkan untuk tahun 2018 yakni sebanyak 14,3 juta Kilo Liter dan menyalurkan BBM Premium non subsidi khusus untuk luar Jawa Bali sebanyak 7,5 juta KL,” papar Sofyano.
Kebijakan ini oleh Sofyano dinilai baik karena menjamin masyarakat pengguna mendapatkan BBM Solar dan Premium sesuai kuota yang ditetapkan pemerintah, namun disisi lain, sangat tidak bijak karena membuat rugi badan usaha.
“Penyebab kerugian ini karena subsidi yang diberikan pemerintah terhadap Solar jauh di bawah harga keekonomian Solar, di mana harga jual Solar ditetapkan pemerintah hanya sebesar Rp 5.150 per liter sedangkan harga keekonomian Solar untuk tahun 2018 diperkirakan rata rata sekitar sebesar Rp 7.500 per liter,” urai pria yang juga dikenal sebagai Direktur Eksekutif Puskepi (Pusat Stdui Kebijakan Publik) ini.
Untuk diketahui bahwa dalam harga jual Solar sebesar Rp 5.150 per liter, pemerintah hanya memberi subsidi sebesar Rp 500/liter. “Jadi jika rata-rata kerugian pada Solar sebesar Rp 1.500 per liter saja, maka di tahun 2018 badan usaha akan menanggung rugi sekitar Rp 21 triliun,” sesalnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, untuk penyaluran BBM Premium non subsidi yang ditugaskan khusus hanya untuk luar Pulau Jawa dan Bali, karena harga yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 6.550/liter, maka untuk tahun 2018 dengan kuota sebesar 7,5 juta KL, diperkirakan Pertamina akan menanggung kerugian setidaknya sekitar Rp 12 triliun.
“Kewajiban menyalurkan Solar dan Premium tepat volume itu pada akhirnya akan berpotensi menggerus keuangan Pertamina dan bukan tidak mungkin bisa membuat Pertamina gagal menjamin ketahanan stok BBM nasional yang selama ini dipenuhi antara 1 sd 23 hari,” katanya.
Karenanya, ia mengingatkan Pemerintah agar bijak menyikapi hal ini dan seharusnya pemerintah juga ikut memberi subsidi terhadap BBM Premium setidaknya sebesar Rp 1.000/liter, yang hal ini bisa menekan kerugian Pertamina.
“Adanya Penugasan dan Peraturan Menteri yang jelas bisa dibuktikan membuat BUMN rugi, ini jelas bertentangan dengan UU BUMN dan ini sangat berbahaya bagi pemerintah jika sampai dipermasalahkan secara hukum,” tutup Sofyano.(adi)
No comments so far.
Be first to leave comment below.