Logo SitusEnergi
Pengamat Pertanyakan Tarif Listrik RI Masih Mahal Pengamat Pertanyakan Tarif Listrik RI Masih Mahal
Jakarta, Situsenergi.com Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner, mempertanyakan mengapa tarif listrik rumah tangga di Indonesia masih lebih mahal dibandingkan dengan negara tetangga khususnya dengan... Pengamat Pertanyakan Tarif Listrik RI Masih Mahal

Jakarta, Situsenergi.com

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner, mempertanyakan mengapa tarif listrik rumah tangga di Indonesia masih lebih mahal dibandingkan dengan negara tetangga khususnya dengan China atau Malaysia. Padahal China merupakan salah satu importir terbesar batubara dari Indonesia. Di sisi lain PLN sebagai penyedia listrik nasional mendapatkan harga khusus batubara (DMO / Domestic Market Obligation). Selain itu juga ada subsidi dari pemerintah terkait tarif listrik rumah tangga.

Seharusnya dengan berbagai stimulus langsung ataupun tak langsung tersebut PLN bisa memberikan tarif yang lebih murah dari harga yang berlaku saat ini. China yang bergantung pada pasokan batubara dari Indonesia untuk pembangkit listriknya saja bisa menjual listrik ke masyarakat lebih murah.

“Padahal sudah ada DMO batubara dan subsidi di APBN. Poinnya adalah mengapa Cina yang impor batubara dari kita bisa jual lebih murah? Intinya kita perlu banyak belajar dan melihat pihak lain,” ucap Komaidi melalui pesan instannya, Kamis (19/8/2021).

Mengacu pada data Global Petrol Price, tarif per kWh listrik rumah tangga di Indonesia sebesar Rp1.450. Tarif ini lebih mahal dibandingkan dengan China, Malaysia, Argentina, Vietnam, India, Rusia, Pakistan, Nigeria dan Laos. Di China tarif listrik rumah tangga sebesar Rp1.218 per kWh, Vietnam Rp1.189 per kWh, India Rp1.117 per kWh, Rusia Rp914 per kWh, Argentina Rp870 per kWh, Nigeria Rp856 per kWh, Malaysia Rp841 per kWh, Pakistan Rp812 per kWh dan Laos Rp783 per kWh.

BACA JUGA   Bersama Tim Satuan Tugas BUMN, PLN Bergerak Cepat Bantuan Korban Gempa Cianjur

Dengan masih tingginya harga jual listrik khususnya pada golongan rumah tangga ini, Komaidi berharap agar ada peninjauan ulang terhadap kebijakan-kebijakan yang terkait dengan penetapan tarif. Pemerintah juga perlu untuk meninjau teknologi yang digunakan oleh PLN atau IPP (Independent Power Producer) dalam memproduksi listrik. Sebab murahnya tarif listrik di beberapa negara itu tentunya tidak lepas dari peran teknologi yang digunakan. Dengan cara ini diharapkan tarif listrik yang ditetapkan bisa lebih murah.

“Sepertinya perlu didorong untuk dilakukan audit pembangkit secara menyeluruh ini agar clear and clean dimana letak masalahnya,” pungkas Komaidi. (DIN/RIF)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *