Home MIGAS Pemerintah Perlu Alihkan Subsidi BBM Ke Sektor Yang Minim Penyimpangan
MIGAS

Pemerintah Perlu Alihkan Subsidi BBM Ke Sektor Yang Minim Penyimpangan

Share
Pemerintah Perlu Alihkan Subsidi BBM Ke Sektor Yang Minim Penyimpangan
Share

Oleh : Wirananda

Keputusan menaikkan harga BBM subsidi dengan tujuan mengurangi beban anggaran APBN 2022 yang sedang berat tidaklah bertentangan dengan UU. Tapi suatu saat nanti, jika harga minyak dunia kembali turun pada posisi yang meringankan APBN di tahun itu, Apakah pemerintah kembali menurunkan harga jual BBM Pertalite dan Solar untuk memanjakan perputaran ekonomi ? Ataukah pemerintah lebih baik menyimpan (saving) anggaran APBN kepada sektor lain yang lebih produktif seperti subsidi pada pendidikan atau transportasi massal ramah lingkungan?

Pemerintah pasti pintar dan belajar pada kondisi yang pernah terjadi beberapa tahun silam ketika harga solar diturunkan pada harga yang sangat murah 1 Januari 2015 dari Rp7250 turun terus secara bertahap hingga ditetapkan Rp5150 pada 1 April 2016 .

Sejak saat itu Solar sulit untuk dinaikkan harganya ketika harga minyak dunia naik dan akhirnya solar menjadi BBM termurah yg paling sering dan mudah diselewengkan/salahgunakan sektor industri ketika harga minyak dunia meningkat perlahan dan menukik di 2022.

Seandainya saja saat itu dikurun tahun 2015- 2016 pemerintah tidak menurunkan harga solar dan misalnya mengalihkan penghematan anggaran APBN ke sektor lain yang lebih produktif, tentu ini akan banyak manfaat yang dirasakan sampai saat ini.

Konsep penghematan anggaran negara sudah sangat dinikmati dengan konversi minyak tanah subsidi ke LPG subsidi , dalam kurun periode 2006 – 2017.

Namun di periode selanjutnya hingga kini ternyata subsidi LPG malah ternyata ikut membebani APBN, walau belum separah subsidi BBM Pertalite dan Solar.

Ke depannya pemerintah perlu segera memberikan angin baru arah subsidi negara pada sektor yang lebih produktif dan minim penyimpangan karena potensi disparitas yang kembali akan terjadi. Contoh konkritnya misalkan dengan menerapkan subsidi pada sektor pangan dimana para pekerja kasar/lapangan/ojek dan sejenisnya masih membutuhkan makanan sebagai beban biaya hidup sehari-hari, disubsidi oleh negara melalu warteg atau warung konvensional. Sehingga pekerja2 level bawah tersebut tidak perlu membayar ketika perlu makan-minum pagi,siang, malam.

Potensi penimbunan makanan juga minim terjadi karena kapasitas perut manusia ada batasnya.
Warteg dan warung konvensional mendapatkan uang pengganti dari subsidi negara secara mingguan atau bulanan agar tidak menagih bayaran dari pekerja level bawah tersebut.
Orang kaya pun akan sangat minim untuk ikut makan di warteg/warung sejenisnya karena tingkat selera dan kenyamanan yang berbeda.

Pada prinsipnya pemerintah perlu mengubah konsep anggaran APBN subsidi pada sektor BBM yang sudah sangat rentan diselewengkan/disalahgunakan oleh sektor mampu. [•]

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Dirut Pertamina Tinjau Paddock VR46 Racing Team di Ajang Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025

Lombok, situsenergi.com Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri melakukan kunjungan...

Mahasiswa Berprestasi PGTC Pertamina Rasakan Pengalaman Berharga Menyaksikan MotoGP Mandalika

Lombok, situsenergi.com PT Pertamina (Persero) memberikan kesempatan istimewa kepada para mahasiswa berprestasi...

Pertamina Grand Prix2025 Dongkrak Ekonomi Warga, Warung Lokal Kebanjiran Pembeli

Lombok, situsenergi.com Hadirnya Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025 membawa berkah bagi...

Pelita Air Hadirkan Program High Spender, Menangkan Mobil Listrik BYD

Jakarta, situsenergi.com Pelita Air meluncurkan program loyalitas terbaru bertajuk “Pelita Air High...