

Pasok BBM Pemudik di Tol Jawa Pakai Sepeda Motor, DPR Apresiasi Pertamina
ENERGI June 3, 2019 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergy.com
Anggota Komisi VII DPR RI, Dr.Kurtubi mengapresiasi kebijakan PT Pertamina (Persero) untuk melayani kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) para pemudik dengan mengerahkan 200 sepeda motor sebagai “SPBU Darurat” di Jalan Tol Lintas Jawa dan Jalan Tol Lintas Sumatera.
“Pertamina luar biasa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat/pemudik dengan mengerahkan 200 sepeda motor sebagai “SPBU Darurat” di jalan toll Lintas Jawa dan Lintas Sumatra. Jalan toll berbayar ini semacam Interstate-Highway di AS yang gratis,” kata Kurtubi dalam keterangan resminya yang diterima Situsenergy.com di Jakarta, Senin (03/6).
Menurut dia, bentuk layanan BBM seperti ini hanya ada di Indonesia. Karena hanya Indonesia yang konstitusinya mengatur secara tegas bahwa kekayaan (migas-red) yang ada di perut bumi dikuasai (dan dimiliki) oleh Negara dan dipakai untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Selain itu, cabang produksi penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak seperti BBM dikuasai oleh Negara. Sehingga di sisi hilir, adalah kewajiban Negara melalui Pertamina untuk menenuhi kebutuhan BBM rakyat, termasuk kebutuhan darurat yang mungkin terjadi di musim mudik ini,” paparnya.
Ia mengungkapkan, selama enam tahun belajar di AS dan dua tahun di Perancis, belum pernah menemukan layanan BBM dengan menggunakan sepeda motor.
“Ini pengalaman pribadi, kebetulan saya hobi nyopir, kemana-mana nyopir sendiri. Sekitar tahun 1990-an selama 6 tahun saya selalu bawa mobil/nyopir sendiri di AS dan sekitar 2 tahun ikut mobil teman di Eropa, tapi saya tidak pernah menemukan layanan BBM dengan menggunakan sepeda motor,” jelasnya.
“Yang namanya kehabisan BBM di tengah jalan bisa terjadi kepada siapapun karena kemacetan yang parah, ataupun lalai dalam mengontrol penunjuk posisi BBM di mobil selama di jalan tol atau di Interstate Highway,” tambah dia.
Ia menambahkan, meski layanan Pertamina seperti ini hanya pada waktu musim mudik, namun upaya ini harus dihargai. “SOC (State Oil Company) kita ini harus didukung untuk kembali mengelola kekayaan migas nasional mulai hulu hingga hilir, sesuai konstitusi, dalam struktur perusahaan migas yang terintegrasi (Integrated State Oil Company),” tukasnya.
Lebih jauh ia menambahkan, setelah dua dekade Pertamina “diporakporandakan” oleh UU Migas No.22/2001 yang berdampak antara lain pada produksi crude yang terus anjlok karena menurunnya investasi explorasi.
Padahal, kata Kurtubi, secara geologis potensi resource-hydrocarbon yang ada di perut bumi dari Negara seluas Eropa dan juga seluas AS ini, masih relatif sangat besar dan teknologi explorasi terus berkembang.
“Pola “B2G” yang dianut oleh UU Migas No.22/2001 disamping bertentangan dengan Konstitusi juga telah menciptakan sistem yang tidak efisien dimana investasi sektor hulu sangat birokratik, butuh perijinan yang sangat banyak untuk melakukan kegiatan explorasi,” kata dia.
Lebih jauh ia mengatakan, lembaga pengelola yang dulu bernama BP MIGAS dan kini berganti nama menjadi SKK MIGAS melanggar Konstitusi.
“Hal ini telah menimbulkan ketidakpuasan yang berkepanjangan dan telah men-discourage investasi,” ucapnya.
Disisi hilir, lanjut dia, kapasitas kilang juga stagnan. Menurut dia, muara dari kesalahan tata kelola ini antara lain karena sektor migas telah berubah menjadi sektor yang menjadi penyebab utama dari terjadinya defisit neraca pembayaran.
“Oleh karena ketidakpastian payung hukum yang sangat lama dan sangat merugikan industri Migas dan Ekonomi Nasional ini sudah tergolong sangat darurat, maka saya berharap pemerintahan baru nanti bisa segera mengeluarkan Perppu mencabut UU Migas No.22/2001 dan kembali ke UU No8/1971 yang disempurnakan. Saya ragu DPR Periode 2014-2019 bisa menghasilkan UU Migas yang baru,” pungkas Doktor alumnus Colorado School of Mines, Institut Francaise du Petrole dan Universitas Indonesia ini.(Adi)
No comments so far.
Be first to leave comment below.