Logo SitusEnergi
MKI: Krisis Energi dan Tantangan Geopolitik Dunia Penyebab Fluktuatif Harga MKI: Krisis Energi dan Tantangan Geopolitik Dunia Penyebab Fluktuatif Harga
Jakarta, Situsenergi.com Ketua Umum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Evy Haryadi mengatakan, adanya krisis iklim dan energi serta tantangan geopolitik dunia mengakibatkan flutuaktifnya harga di... MKI: Krisis Energi dan Tantangan Geopolitik Dunia Penyebab Fluktuatif Harga

Jakarta, Situsenergi.com

Ketua Umum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Evy Haryadi mengatakan, adanya krisis iklim dan energi serta tantangan geopolitik dunia mengakibatkan flutuaktifnya harga di dalam pasar energi dan gangguan pasokan energi. Untuk itu, transisi energi yang berkelanjutan, adil, terjangkau, dan investasi yang inklusif perlu dipercepat dan dipastikan.

“Selain itu perlu juga dipastikan bahwa demand energi global harus diimbangi dengan pasokan energi yang terjangkau,” kata Eviy dalam pembukaan acara Peringatan Hari Listrik Nasional (HLN) ke-77 Tahun 2022 di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Selasa (29/11/2022).

Seperti diketahui, salah satu hasil G20 Summit adalah mekanisme transisi energi, di mana Indonesia mendapatkan komitmen dari Just Energy Transition Programme (JETP) sebesar 20 miliar dolar AS.

“MKI mengajak seluruh pihak di sektor energi untuk melakukan pendekatan less carbon melalui pengembangan EBT (Energi Baru Terbarukan), dan sumber daya fosil dengan harmonis sejalan dengan pendekatan NZE (Net Zero Emission) yang memerlukan pembiayaan yang sangat besar yang diperkirakan baru berhasil bila dilakukan secara berkolaborasi,” ujar Evy.

Evy Haryadi juga menyatakan, upaya go green yang menjadi komitmen global mulai mendapatkan momentum untuk diimplementasikan. Beberapa bentuk implementasi dari go green adalah semakin kompetitifnya pembangkit energi terbarukan, maraknya pengembangan dan penggunaan baterai sebagai penyimpan energi, serta usaha jangka panjang dalam pemanfaatan teknologi hidrogen baik sebagai bagian dari program co-firing, pembangkit besar di dalam sistem yang sudah interkoneksi, maupun sistem pembangkit terisolasi di pulau-pulau kecil yang masih menggunakan diesel.

“Pertanyaan yang harus dijawab adalah bagaimana posisi Indonesia nantinya terkait dengan transisi energi di tahun 2060,” katanya.

Menurut dia, transisi energi secara global mendorong pembangunan energi nan berkelanjutan dan masa depan energi yang lebih bersih. Upaya transisi energi didorong oleh berbagai tujuan, antara lain meningkatkan ketahanan energi dengan mengurangi ketergantungan impor dan mengamankan akses energi bukan hanya kepada negara maju, tetapi juga negara berkembang.

“Ini untuk meningkatkan kualitas udara dan mitigasi perubahan iklim. Ada beberapa pertimbangan mengenai dukungan internasional terhadap kebijakan de-karbonisasi dan komitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) dari Gas Rumah Kaca (GRK) tahun 2060,” tukasnya.

Pertama, kata dia, terkait perkembangan teknologi baru, lalu mempertimbangkan perbedaan kondisi antar negara yang memungkinkan ketersediaan akses energi yang terjangkau, handal, berkelanjutan, dan modern.

“Teknologi baru yang terjangkau dalam domain publik juga menjadi poin yang penting, termasuk kerja sama yang saling menguntungkan dan bagaimana pembiayaan aksi mitigasi di sektor energi,” ujarnya.

“MKI mengajak seluruh stakholders di sektor energi untuk melakukan pendekatan less carbon melalui pengembangan EBT (Energi Baru Terbarukan), dan sumber daya fosil dengan harmonis sejalan dengan pendekatan NZE yang memerlukan pembiayaan yang sangat besar yang diperkirakan baru berhasil bila dilakukan secara berkolaborasi,” tutup Evy.(Ert/SL)

BACA JUGA   Pertamina Bikin Gebrakan! Bahan Bakar Pesawat dari Minyak Jelantah Jadi Kado HUT ke-80 RI

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *