

Minyak Jelantah Mampu Penuhi 32 Persen Kebutuhan Biodiesel Nasional
ENERGI TERBARUKAN April 18, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat Indonesia mampu menghasilkan potensi minyak jelantah 3 juta kiloliter untuk memenuhi 32 persen kebutuhan biodiesel nasional. Indonesia sendiri termasuk salah satu negara pengguna minyak sawit terbanyak di dunia yakni 16,2 juta kiloliter per tahun.
Hal ini disampaikan Analis Kebijakan Ahli Muda Subkoordinator Keteknikan Bioenergi Kementerian ESDM Hudha Wijayanto dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (17/4/2021). “Potensi jelantah sebesar 3 juta kiloliter per tahun akan dapat memenuhi 32 persen kebutuhan biodiesel nasional,” katanya.
Menurut Hudha, ada dua prinsip utama yang harus dipenuhi apabila menjadikan jelantah sebagai bahan baku biodiesel. “Pertama, kualitas minyak jelantah harus mencapai standar spesifikasi biodiesel. Kedua, punya nilai keekonomian tinggi dan dapat diimplementasikan,” ujarnya.
“Jika kedua prinsip tersebut bisa dipenuhi oleh biodiesel dari jelantah, maka potensi jelantah sebesar 3 juta kiloliter per tahun akan dapat memenuhi 32 persen kebutuhan biodiesel nasional,” tambah Hudha.
Selain itu, kata dia, tantangan lain dari sisi teknis terdapat karakteristik bawaan dari minyak jelantah yang akan sulit memenuhi tuntutan tinggi kualitas biodiesel untuk B30.
Sedangkan dari dari sisi bisnis, lanjutnya, keberadaan minyak jelantah sebagai bahan baku yang tersebar dan tidak terpusat akan menyulitkan membangun pengolahan biodiesel dengan kapasitas yang besar untuk mendapatkan skala keekonomian terbaiknya.
“Jadi mungkin solusi yang baik adalah bagaimana mendorong pemanfaatan bahan bakar nabati dari minyak jelantah melalui skema niaga langsung ke end user (skema tertutup) di luar dari skema B30 yang berlaku secara nasional,” pungkasnya.
Sementara Engagement Unit Manager Traction Energy Asia Ricky Amukti menuturkan bahwa keberadaan minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan. “Minyak jelantah yang dibuang sembarangan akan berpengaruh langsung terhadap lingkungan hidup,” kata Ricky.
Menurutnya, penggunaan biodiesel dari minyak jelantah akan menekan jumlah emisi karbon. “Selain itu, pemanfaatan minyak jelantah juga mampu menghemat biaya hingga 35 persen ketimbang biodiesel dari minyak nabati yang dihasilkan dari buah kelapa sawit,” paparnya.
Berdasarkan analisa Kementerian ESDM, biodisel berpotensi mengurangi 91,7 persen emisi karbon dibandingkan solar, sehingga dinilai lebih ramah ketimbang energi fosil.
“Jika memanfaatkan jelantah, kita tak perlu mengganti hutan dengan perkebunan kelapa sawit, yang justru berpotensi meningkatkan emisi karbon,” tukasnya.
Masih menurut dia, Indonesia melalui beragam pihak terkait juga perlu fokus untuk mengembangkan usaha domestik dalam rangka mengolah minyak jelantah atau minyak goreng bekas pakai karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta selaras dengan penerapan konsep energi terbarukan.
“Penggunaan biodiesel dari minyak jelantah ini akan menekan jumlah emisi karbon. Di samping itu, jika memanfaatkan jelantah, kita tak perlu mengganti hutan dengan perkebunan kelapa sawit, yang justru berpotensi meningkatkan emisi karbon,” paparnya.
Punya Peluang Besar
Menurut dia, usaha pengolahan minyak jelantah memiliki peluang yang sangat besar untuk berkembang antara lain karena banyak minyak goreng yang digunakan di kaki lima yang kerap sudah melalui pemanasan berulang.
Ia juga berpendapat bahwa belum banyak orang yang memanfaatkan limbah dapur minyak jelantah ini untuk industri biodiesel. Padahal, bahan bakar biodiesel dari minyak jelantah dinilai bisa mengatasi masalah dari berbagai aspek, termasuk kesehatan dan masalah lingkungan hidup.
“Minyak jelantah yang dibuang sembarangan akan berpengaruh langsung terhadap lingkungan hidup. Jika menumpuk di selokan, akan menimbulkan bau dan air selokan jadi kotor. Jika terserap di tanah, kualitas tanah akan menurun,” paparnya.
Salah seorang pengusaha yang memanfaatkan minyak jelantah untuk produksi biodiesel adalah Andi Hilmi, yang sudah memiliki usaha biodiesel bersala industri.
Andi terpikir untuk membuat biodiesel dari minyak jelantah karena melihat ketika itu terjadi kelangkaan BBM yang hampir merata di Indonesia. Bahkan di daerahnya di Sulawesi Selatan, ia menemui banyak nelayan tak bisa melaut, karena tak kebagian bahan bakar.
“Saya berusaha mencari pengganti energi terbarukan agar bisa digunakan oleh para nelayan. Prinsip saya, karya yang kita buat harus sesuai dengan kebutuhan pada saat itu. Ketika itu, biodiesel bisa menjawab masalah kelangkaan bahan bakar yang mengancam kedaulatan energi di masa mendatang,” tutup Andi.(Mul/rif)
No comments so far.
Be first to leave comment below.