


Sebuah Perenungan Atas Sub Holding dan Kabar IPO di Pertamina
Oleh : Ferdinand Hutahaean
Dir Eksekutif Energy Watch Indonesia
12 Juni 2020, Pemerintah melalui Kementerian BUMN membuat terobosan berani merombak struktur organisasi perusahaan Pertamina. Berbarengan dengan itu, dengan suara meyakinkan Menteri BUMN menetapkan kembali Nicke Widyawati sebagai Dirut setelah memimpin BUMN Migas ini sejak 2018. Banyak yang kaget, yang tidak senang pun ada, dan tentu banyak juga yang mendukung keputusan tersebut. Penetapan Nicke sebagai Dirut juga dibebani target untuk membawa Sub Holding Pertamina mendunia dan Go Public. Sebuah keputusan yang tentu sangat berani ditengah pesan Konstitusi tentang penguasaan negara pada sektor produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Duarrrr…! Perdebatan pecah ditengah public, pemerhati sektor Migas, ekonom dan ahli hukum. Semua memberi pendapat tanpa terkecuali dan tentu tidak ketiganggalan suara pekerja Pertamina. Yang menjadi pertanyaan, apakah benar seluruh karyawan alias pekerja Pertamina menolak organisasi baru? Biarlah itu nanti terjawab, karena itu bukan substansi yang akan kita bahas dalam perenungan ini.
Dunia berputar, zaman berubah, dari sejak zaman purba kala hingga era modern serba teknologi maju ini dunia terus berubah dan penghuninya terus mengikuti perubahan yang terjadi tanpa terkecuali. Apakah perubahan itu karena alam atau karena faktor manusia, yang namanya perubahan tetap perubahan dan mahluk mengikutinya. Begitu jugalah cara berusaha dan berdagang. Jika dulu masih sistem barter hingga lahir mata uang logam dan kertas, sekarang berubah dimana uang hanya berupa angka-angka digital semata. Sistem merubahnya tanpa bisa ditolak oleh siapapun. Yang ingin menolak tidak dilarang tapi akan tertinggal jadi manusia goa. Hidup dengan mempertahankan prinsip-prinsip tua dan tertinggal.
Bagaimana dengan Pertamina? Sejak berdiri pada tahun 1957 hingga sekarang, Pertamina terus mengalami perubahan yang juga mengikuti perubahan dunia. Perubahan itu bahkan dari hal kecil soal nama perusahaan hingga perubahan bisnis didalam Pertamina yang merambah banyak bidang, tidak hanya minyak semata sebagaimana semangat pendirian perusahaan. Adakah kira-kira Pertamina akan sebesar ini andai semangatnya hanya bertahan pada semangat Nasionalisme menjaga keberadaan minyak nasional? Tentu tidak..!! Itu pasti dan Pertamina hanya akan sebatas pedagang minyak yang bila saatnya cadangan minyak nasional habis, maka bubarlah Pertamina karena tak ada lagi minyak yang harus diamankan.
Begitu jugalah transformasi global yang terus menuntut perubahan dan modernisasi dunia usaha. Ada sebuah kondisi yang harus dipenuhi agar bisa ikut serta bermain dalam pentas global. Bagai sepak bola, sebuah klub harus memiliki managment, stadion, keuangan, tim pemain, pelatih dan infrastrukstur lainnya agar bisa bermain disebuah kompetisi. Demikian juga dengan Pertamina, bila ingin masuk dalam kompetisi global sektor migas, maka tentu ada syarat yang harus dipenuhi. Sebab bila tidak, kita akan tertinggal dan menjadi penonton atau paling banter jadi pemain bola antar kampung. Sedih bukan..?
Terobosan harus dilakukan..! Struktur organisasi harus dirombak agar gesit menggocek bola, laju deras berlayar dilaut, enerjik diangkasa dan lihai didarat. Dunia menuntut kita menyesuaikan diri dengan kondisi global yang tidak lagi compatible dengan kondisi-kondisi zaman lalu. Kita harus menanggalkan nasionalisme ketinggalan zaman untuk meraih kemakmuran baru. Tanpa harus jadi penghinat dan tidak akan jadi penghianat, kita hadirkan kemakmuran baru bagi bangsa.
Nasionalisme adalah mempertahankan kedaulatan dengan sebuah konsep identitas bersama untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yaitu bangsa yang adil dan makmur. Adakah kita akan makmur jika terus memilih bertahan dengan pola lama? Bukankah itu nasionalisme yang ketinggalan zaman? Nasionalisme era modern adalah mempertahankan kedaulatan didalam mekanisme pasar yang liberal untuk mewujudkan kemakmuran bagi bangsa. Maka itu tanggalkan nasionalisme yang ketinggalan zaman dan ganti dengan nasionalisme yang compatible dengan perubahan zaman. Dan kita akan menyaksikan Pertamina tetap dibawah kendali dan kontrol negara, sub holding tetap dibawah kendali perusahaan dibawah pemerintah.
Apa yang salah? Tidak ada bukan? Lantas mengapa menolak bahkan meributkan Sub Holding dalam organisais baru Pertamina? Tak perlu latah dengan residu politik yang ketinggalan zaman pula. Demikian juga IPO, sepanjang kendali, kontrol dan penguasaan ada ditangan negara, maka tak dapat disebut menabrak konstitusi tentang hajat hidup orang banyak. Jangan gunakan nasionalisme yang ketinggalan zaman karena dunia menuntut perubahan, dan nasionalisme kita harus mampu mengikuti perubahan dunia. Kecuali kita ingin menjadi manusia yang menolak perubahan, maka mungkin lebih baik kita kembali ke jaman batu dan hidup didalam goa. [•]
No comments so far.
Be first to leave comment below.