

Lonjakan Kasus Covid di Asia Bikin ‘Geleng-Geleng’, Harga Minyak Anjlok Parah
MIGAS May 20, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Harga minyak dunia anjlok lebih dari 3 persen, Rabu, ke level terendah dalam tiga pekan, di tengah ketakutan lonjakan kasus Covid-19 di Asia akan mengurangi permintaan minyak mentah.
Tak hanya itu, pasar juga terbebani kekhawatiran inflasi Amerika dapat mendorong Federal Reserve untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan kenaikan suku bunga.
Pedagang juga mengutip rumor bahwa pembicaraan nuklir Iran membuat kemajuan, yang dapat meningkatkan pasokan minyak mentah global dan menekan harga.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup merosot USD2,05 atau 3,0 persen, menjadi USD66,66 per barel, demikian laporan Reuters, di New York, Rabu (19/5/2021) atau Kamis (20/5/2021) pagi WIB.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), menyusut USD2,13 atau 3,3 persen, menjadi USD63,36 per barel. Sebelumnya pada sesi itu, WTI anjlok lebih dari 5 persen. Itu adalah penutupan terendah untuk kedua patokan tersebut sejak 27 April.
Selasa, Brent melejit ke level tertinggi 10 pekan di atas USD70 per barel dalam perdagangan intraday di tengah optimisme permintaan minyak akan melonjak seiring dibukanya kembali ekonomi Amerika dan Eropa. Minyak berbalik arah di tengah kekhawatiran perlambatan permintaan bahan bakar di Asia di mana melonjaknya kasus Covid-19 mendorong pembatasan yang baru di India, Taiwan, Vietnam dan Thailand.
“Gambaran permintaan global tersebut mungkin yang paling terpecah sejak dimulainya pandemi, dengan gambaran permintaan yang membaik di Barat versus prospek yang memburuk di Asia,” kata Sophie Griffiths, analis OANDA, mencatat gambaran variatif itu memicu volatilitas.
Analis mengatakan Iran dapat menyediakan sekitar 1 juta hingga 2 juta barel per hari (bph) tambahan pasokan minyak jika kesepakatan tercapai.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan harga minyak stabil dan pasar kira-kira seimbang.
Spekulasi bahwa The Fed mungkin menaikkan suku bunga membebani prospek pertumbuhan ekonomi dan mendorong investor untuk mengurangi eksposur terhadap minyak dan komoditas lainnya, bitcoin dan mata uang kripto lainnya, serta saham.
Indeks Dolar AS (Indeks DXY), sementara itu, menguat terhadap sekeranjang mata uang sehari setelah ditutup pada level terendah sejak Januari. Dolar yang lebih kuat dapat membebani harga minyak karena membuat komoditas tersebut lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Harga minyak merosot meski data Amerika menunjukkan kenaikan persediaan minyak mentah 1,3 juta barel lebih kecil dari perkiraan, penurunan stok bensin 2,0 juta barel lebih besar dari ekspektasi dan peningkatan penggunaan bensin 5 persen ke tingkat sebelum pandemi.
Permintaan bensin Amerika melonjak menjadi 9,2 juta bph pekan lalu, level tertinggi sejak Maret 2020. (SNU/RIF)
No comments so far.
Be first to leave comment below.