

LINDUNGI RAKYAT DARI LIBERALISME PASAR, PEMERINTAH DITUDUH MEMERAS? SAID DIDU PROVOKATIF
Uncategorized April 27, 2020 Editor SitusEnergi 0

Ferdinan Hutahaean
Direktur eksekutif Energy Watch Indonesia
Tanggapan Atas Tulisan Said Didu Pemerintah dan Pertamina Memeras Rakyat Lewat BBM Mahal
Ditengah pandemi Corona yang terus menebar ketakutan dan membuat industri global terganggu, memang minyak dunia adalah salah satu komoditi yang harganya terpukul dan mengalami penurunan yang extrim. Dengan penurunan harga Minyak dunia tersebut, beberapa negara kemudian melakukan evaluasi terhadap harga jual BBM mengacu pada standar perhitungan harga BBM dinegara masing-masing. Penurunan ini membuat beberapa pihak latah bicara tentang penurunan harga BBM yang tak kunjung dilakukan oleh Pemerintah. Maka muncullah tulisan Said Didu mantan Sekretaris Kementerian BBM yang cenderung provokatif dengan judul yang bombastis memfitnah pemerintah dengan tuduhan memeras rakyat. Pemerintah dan Pertamina dituduh memeras rakyat dengan harga BBM mahal, padahal basis pernyataan Said Didu pun kurang tepat bahka bisa disebut salah karena tidak mengedepankan fakta yang benar. Kritik tentu boleh dan sah serta harus, tapi jangan provokasi rakyat dan jangan fitnah pemerintah dengan info yang kurang tepat.
Benarkah Pemerintah dan Pertamina memeras rakyat dengan harga BBM mahal? Benarkah harga BBM Pertamina mahal? Kedua pertanyaan ini tentu bila terjawab akan menjawab apakah tulisan Said Didu benar atau hanya asumsi yang menyesatkan dan provokatif.
Pertama kita lihat fakta tentang apakah benar harga BBM mahal? Acuan apa yang kita gunakan untuk menilai harga ini mahal atau murah? Tentu sulit karena ini relatif sifatnya. Bahkan harga BBM pernah diatas harga saat ini dan tidak disebut mahal. Jika membandingkan dengan harga BBM negara lain saat ini, di ASEAN saja harga BBM Pertamina masih dibawah Singapore, Laos, Thailand, Philipina dan Cambodia. Jadi apa dasar menyebut mahal? Tidak jelas dan ini asumsi pribadi saja dari Said Didu.
Kedua, Benarkah Pemerintah dan Pertamina memeras rakyat dari dengan harga BBM mahal? Jika soal mahal atau murah saja tak terjawab dan tidak jelas acuannya kecuali asumsi pribadi, lantas bagaimana acuan menyebut Pemerintah dan Pertamina telah memeras rakyat dengan harga BBM mahal bernilai kebenaran?
Baiklah kita kupas info yang kurang tepat yang disampaikan oleh Said Didu. Dalam tulisannya Said Didu menyebut peran mafia dan menyalahkan Pemerintah melalui Keputusan Menteri yang mentapkan MOPS (Mean Oil Platts Sinagpore) sebagai biang kerok. Padahal MOPS ini adalah acuan internasional yang berlaku bagi trader dunia dan basisnya adalah Minyak Brent bukan WTI. Tidak serta merta bahwa menggunakan MOPS sebagai acuan maka Pertamina sudah bisa disebut kolaborasi dengan mafia, tidak seperti itu karena Pertamina tidak hanya mengimpor minyak dari Singapore tapi dari banyak sumber yang dilakukan ole ISC Pertamina di Jakarta bukan lagi oleh Petral di Singaore.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 62 tujuannya adalah untuk melindungi rakyat dari penetapan harga minyak mengikuti mekanisme pasar. Pemerintah dan Pertamina tentu tak ingin rakyat bingung setiap saat bila harga tiba-tiba berubah mengikuti mekanisme pasar. Dampaknya juga terhadap dunia usaha yang akan kesulitan menghitung biaya produksi karena perubahan harga yang terjadi sesuai pasar. Maka sejak dulu Indonesia tidak pernah menjadikan mekanisme pasar untuk menetapkan harga. Ketika harga minyak dunia naik, harga BBM pun naik demikian sebaliknya. Ini konsep liberal yang sejak dulu kita lawan. Disinilah keleliruan Said Didu, teriak Indonesia, bicara nasionalisme tapi dalam tulisannya malah cenderung ingin membawa kita kepada liberalisme pasar. Apakah rakyat siap bila harga minyak dunia naik dan harga BBM naik tanpa subsidi? Ini yang tidak dijelaskan Said Didu yang hanya bicara Pemerintah memeras rakyat lewat harga BBM tapi tidak mejelaskan bahwa rakyat mendapat subsidi selama ini karena Pertamina menjual dibawah harga keekonomian. Tiba-tiba Said Didu menuding Pemerintah dan Pertamina memeras, ini provokasi yang tidak berbasis data. Bahwa perhitungan harga BBM kita pasti dilakukan evaluasi periodik setiap 2 bulan untuk menghindari liberalisme pasar.
Intinya bahwa terkait perhitunga harga BBM, pemerintah sudah mengaturnya melalui Perpres dan Peraturan Menteri ESDM. Periodik agar rakyat terhindar dari ketidak pastian liberalisme pasar. Ketika harga naik, selama ini Pemerintah memberi subsidi bagi rakyat. Ini mekanisme yang baik yang harus dijaga. Pada saatnya harga akan dievaluasi dan diturunkan mengkuti mekanisme yang kita tetapkan. Memang sudah saatnya diturunkan periodik tapi tidak tepat sama sekali bila disebut memeras karena harga belum turun. [•]
No comments so far.
Be first to leave comment below.