Kenaikan ICP Bebani APBN 2018
ENERGI February 20, 2018 Editor SitusEnergi 0
Jakarta, situsenergy.com
Kenaikan harga minyak mentah dunia yang turut menyeret kenaikan Indonesian Crude Price (ICP) yang terus berlanjut hingga pertengahan Februari 2018, dikhawatirkan akan berdampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini.
Direktur Executive Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, kenaikan ICP yang masih berlanjut hingga saat ini perlu diwaspadai oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan khususnya subsidi yang dialokasikan untuk bahan bakar minyak jenis premium dan solar.
“Jadi menurut saya, kenaikan ini justru perlu diwaspadai dari sisi subsidi dan keterjaminan pasokan,” jelas Yustinus ketika dihubungi, Selasa (20/02/18).
Yustinus juga menyebutkan, tren kenaikan harga minyak dunia dan telah disadari pemerintah sejak tahun lalu, tekanan APBN akan semakin kuat jika Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak menetapkan kenaikan harga bahan bakar minyak jenis premium dan solar.
“Tapi di sisi lain, ada tekanan terhadap APBN yaitu subsidi BBM, jika pemerintah memutuskan tidak menaikkan harga premium dan solar,” ungkap Yustinus.
Sementara di satu sisi, tren kenaikan harga minyak mentah dunia, Kementrian ESDM tetap dengan keputusannya untuk tidak melakukan perubahan harga di kedua jenis BBM tersebut.
Ia menyebutkan, pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2018 yang disumbang dari sektor minyak dan gas (migas) akan mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibanding tahun 2017 lalu.
Menurut Yustinus, proyeksi pertumbuhan penerimaan negara dari sektor migas sebagai dampak dari tren kenaikan harga minyak mentah dunia yang turut mengerek Indonesian Crude Price (ICP).
“Seiring kenaikan harga minyak dunia, penerimaan pajak dan PNBP dari migas tentu akan ikut naik secara proporsional,” ungkap Yustinus.
Merangkaknya harga minyak dunia yang terus berlanjut hingga saat ini, tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam publikasinya kemarin, yang mengumumkan bahwa impor minyak mentah dan hasil minyak (produk bbm dan oli) tercatat naik cukup tinggi dan menyebabkan neraca perdagangan nasional defisit US$ 0,67 miliar di Januari 2018.
Prastowo menambahkan, meski harga minyak dunia turut mengerek devisa negara dari sektor migas, akan tetapi fakta tersebut tidak ada bisa yang dibanggakan karena hal tersebut hanya bersifat alamiah.
“Kalau untuk penerimaan, karena sifatnya alamiah, tidak ada yang perlu dibanggakan secara berlebihan, apalagi bukan hasil kinerja,” pungkas Yustinus.(AY)
No comments so far.
Be first to leave comment below.