Logo SitusEnergi
Kebijakan Harga Gas Bumi Ternyata Belum Berjalan Baik, Ini Buktinya Kebijakan Harga Gas Bumi Ternyata Belum Berjalan Baik, Ini Buktinya
Jakarta, Situsenergi.com Evaluasi harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar maksimal US$6 per MMBTU yang sudah diberlakukan selama dua tahun merupakan langkah tepat untuk bisa... Kebijakan Harga Gas Bumi Ternyata Belum Berjalan Baik, Ini Buktinya

Jakarta, Situsenergi.com

Evaluasi harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar maksimal US$6 per MMBTU yang sudah diberlakukan selama dua tahun merupakan langkah tepat untuk bisa membantu mengoptimalkan potensi gas untuk berperan pada era transisi energi saat ini. 

Aris Mulya Azof, Chairman Indonesia Gas Society, mengungkapkan harga gas yang ditetapkan pemerintah tersebut sepintas memberikan manfaat besar bagi industri hilir, khususnya untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Namun dalam implementasinya, ternyata target pemerintah agar industri hilir bisa berkembang dan lebih banyak menyumbangkan penerimaan kepada negara dari sisi perpajakan justru tidak sepenuhnya tercapai. 

“Di sisi lain, pemerintah sudah rela berkorban banyak dengan mengurangi bagiannya di sisi hulu demi terwujudnya HGBT,” ujar Aris saat menjadi pembicara pada acara Media Briefing IPA Convex 2023 “Nilai Tambah Pemanfaat Gas Bumi pada Era Transisi Energi” di Jakarta, Kamis (16/03/2023).  

Binis Parasit Solar Campuran Minyak Sawit

Ditambahkan Aris, hal itu menjadi tidak sesuai dengan target keseluruhan yang ingin dicapai. Apalagi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Peraturan yang ada menyebutkan bahwa diperlukan kajian terhadap industri tertentu yang dapat memperoleh gas bumi dengan harga khusus. 

“Mungkin ada pertimbangan bagaimana harga US$6 per MMBTU dapat sedikit lebih tinggi sehingga harga tersebut bisa juga berpihak pada sector hulu. Pengorbanan pemerintah (di hulu) belum sebanding dengan manfaat yang dihasilkan pada sektor hilir,” katanya. 

Dia menjelaskan, pemerintah menargetkan kebijakan HGBT bisa memberikan efek berganda, namun hingga kini hal tersebut belum terealisasi. Padahal pengembangan gas bumi pada era transisi energi mendesak untuk segera dilakukan karena sumber energi ini dianggap merupakan energi fosil yang paling bersih daripada batubara dan minyak bumi.  

“Kebijakan ini tidak bisa permanen. Mungkin harga US$6 bisa dikoreksi akibat penerimaan negara secara total terus berkurang. Kebijakan HGBT harus dievaluasi untuk menghitung efek berganda dan nilai tambah yang diharapkan pemerintah, seperti meningkatkan kapasitas produksi, meningkatkan investasi baru, meningkatkan efisiensi proses produksi sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih kompetitif dan meningkatnya penyerapan tenaga kerja,” jelas Aris. 

Berdasarkan data LPEM Universitas Indonesia kontribusi perpajakan tujuh industri yang mendapatkan HGBT memang mengalami peningkatan tipis dari 2020, yaitu sebesar Rp13.323 miliar menjadi Rp15.896 miliar pada 2021. Namun dari sisi lain ternyata terjadi penurunan, misalnya pada tahun 2020 realisasi investasi di sektor hilir menurun dari Rp120.059 miliar menjadi Rp93.521 miliar. (DIN/SL)

BACA JUGA   BBM Subsidi Dorong Layanan KAI: 17,7 Juta Penumpang Terlayani

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *