

Inas Zubir Soroti Polemik ‘Rebutan Proyek’ Pipa Gas Antara ESDM Dengan BPH Migas
MIGAS April 24, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Politisi Partai Hanura, Inas N Zubir menyoroti adanya polemik yang disebutnya ‘Rebutan Proyek’ pembangunan pipa transmisi gas Cirebon-Semarang (Cisem), antara Kementerian ESDM dengan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), terkait penentuan siapa kontraktor pelaksana proyek, paska mundurnya PT Rekayasa Industri (Rekind) dari pengerjaan proyek senilai Rp5,3 triliun tersebut.
Sebagaimana diketahui, BPH Migas menetapkan PT Bakrie And Brothers TBK (BNBR) yang merupakan pemenang kedua pada saat proses tender proyek pipa gas Cisem tahun 2006. Namun demikian, penetapan itu tidak direstui Kementerian ESDM dengan alasan penetapan pemenang kedua proyek pipa gas Cisem oleh BPH Migas tidak sesuai dengan aturan yang ada.
Kementerian ESDM berargumen, ketika lelang dilakukan pada 2006, maka menurutnya peraturan yang harus diikuti yaitu peraturan yang berlaku pada saat itu, yakni seharusnya mengacu pada Peraturan BPH Migas No.5 tahun 2005 tentang Pedoman Lelang Ruas Transmisi dan Wilayah Jaringan Distribusi Gas Bumi.
Pada Peraturan BPH Migas No.5 tahun 2005 tersebut tidak ada aturan yang mengatakan bahwa pemenang kedua lelang dapat menggantikan pemenang pertama apabila pemenang pertama tidak bisa melanjutkan proyeknya.
Sementara yang dijadikan dasar hukum BPH Migas yang menginginkan agar BNBR jadi pengelola berikutnya menurutnya yaitu mengikuti regulasi terbaru, yakni Peraturan BPH Migas No.20 tahun 2019 tentang Lelang Ruas Transmisi Dan/ Atau Wilayah Jaringan Distribusi Gas Bumi Dalam Rangka Pemberian Hak Khusus, dimana ketika pemenang lelang pertama mundur, otomatis pemenang kedua yang akan maju menggantikan.
“Ada apa gerangan, baru saja Menteri ESDM memutuskan untuk mengambil alih proyek pembangunan Pipa Cisem, padahal proyek ini yang sebelumnya dimenangkan tender-nya oleh PT. Rekayasa Industri, 15 tahun yang lalu yakni pada tahun 2006, dengan toll fee sebesar USD 0,36 /MMBTU,” ujar Inas kepada Situsenergi.com, dikutip Sabtu (24/4/2021).
“Namun pada tanggal 2 Oktober 2020, PT Rekayasa Industri (Rekin) mengundurkan diri. Nah lho! ada apa nih? Apakah karena nggak punya duit untuk mengerjakan proyek tersebut atau ada bisikan dari yang lain? Tapi nampak-nya proyek ini memang sudah tidak lagi feasible,” ujar Inas menambahkan.
Inas melanjutkan, dengan mundurnya Rekin maka BPH Migas menunjuk pemenang kedua yakni BNBR pada tanggal 1 Maret 2021, yang dalam tender tahun 2006 menempati posisi kedua dengan pengajuan toll fee sebesar USD 0,42/MMBTU.
Yang kemudian menjadi janggal, kata Inas, bisnis BNBR sendiri sebenarnya sedang tertekan, dimana pada kuartal III-2020 saja menderita rugi bersih sebesar Rp240 miliar.
“Sehingga penunjukan oleh BPH Migas untuk mengerjakan proyek senilai Rp5.3 triliun tersebut, diduga cukup berat bagi keuangan BNBR, apalagi jika proyek tersebut diduga juga sudah tidak lagi feasible,” ungkapnya.
Inas pun mempertanyakan, apakah pengambilalihan proyek pipa gas Cisem oleh Mentri ESDM tersebut bertujuan demi menolong BNBR saja? Karena menurutnya bisa jadi proyek tersebut dikerjakan oleh Kementrian ESDM, tapi pipanya disuplai oleh Bakrie Pipe Industries.
“Mari kita tunggu drama Korea ini, karena BPH Migas juga menilai sangat tidak masuk akal jika proyek Cisem diambil alih oleh Menteri ESDM, karena pastinya akan menggunakan APBN untuk membangun proyek tersebut, apalagi Pemerintah juga sedang ngos-ngosan dalam mengatasi pandemi covid 19,” pungkasnya. (GIT)
No comments so far.
Be first to leave comment below.