

Implementasi Industri Hijau Dorong Penghematan Energi Hingga Rp3,2 Triliun
ENERGI November 30, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergi.com
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan pelaku industri dalam negeri perlu untuk segera mengubah pola industrinya menuju ke industri hijau. Selain menjadi faktor penentu daya saing terhadap produknya di pasar internasional, pengembangan industri hijau mampu mendorong efisiensi. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi kinerja industri atau perusahaan yang menerapkan industri hijau di masa mendatang.
Berdasarkan data self asessment industri tahun 2021, Kemenperin memperkirakan pengembangan industri hijau mampu menciptakan penghematan pemanfaatan energi setara Rp3,2 triliun. Kemudian industri dapat menghemat penggunaan air setara Rp168 miliar. Di sisi lain penerapan industri hijau juga dapat berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagaimana yang sedang dikampanyekan oleh pemerintah.
Dikatakan Agus bahwa dalam menerapkan industri hijau ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku industri dan pemerintah. Beberapa tantangan ini menjadi salah satu faktor masih sedikitnya perusahaan yang mengimplementasikan industri hijau.
“Saatnya kita semua bersama-sama menjadi bagian dari transformasi menuju pembangunan industri berkelanjutan dengan mendukung penciptaan industri yang ramah lingkungan. Melalui upaya tersebut diharapkan daya saing industri nasional di kancah global terus meningkat,” ujar Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita pada acara Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau, Selasa (30/11/2021).
Pertama, industri hijau membutuhkan research and development (R&D) yang ekstensif dan dapat diaplikasikan secara multisektoral. Kekinian teknologi juga menjadi syarat utama yang dibutuhkan industri nasional. Ini masih sangat kurang, baik dari sisi SDM, maupun fasilitas riset.
Kedua, pemerintah masih melihat bahwa banyak industri masih menggunakan mesin yang berteknologi lama, yang cenderung tidak efisien. Hal ini mengakibatkan limbah atau polusi yang cukup tinggi dari proses produksinya.
Ketiga, shifting ke peralatan atau alat fabrikasi yang hijau dan efisien membutuhkan biaya tinggi. Hal ini menciptakan keengganan dari sisi industri untuk menambah capex (belanja modal) mereka ke permesinan yang dapat mendorong efisiensi dan pengembangan industri hijau.
Keempat, industry hijau membutuhkan SDM yang highly qualified dan highly experienced. Di titik ini diakui bahwa SDM industri masih kekurangan keahlian sehingga tingkat kompetensi belum dapat mengikuti kemajuan green technology dalam sektor manufaktur. Kemudian kelima masih kurangnya insentif, baik fiskal dan non-fiskal yang mendukung pengembangan industri hijau.
“Saya tetap menangkap bahwa mulai banyak minat dan semangat industri untuk menghadirkan industri yang bertanggung jawab pada kehidupan di masa mendatang. Oleh sebab itu kita tidak bisa mundur lagi, ini sesuatu hal yang harus menuju ke sana (industri hijau),” pungkas Agus.
Terkait dengan pelaksanaan industri hijau ini, Kemenperin memberikan penghargaan kepada 137 perusahaan yang telah menerapkan industri hijau. Jumlah ini terdiri dari 88 industri penerima Level 5 yang akan diberikan piala dan piagam penghargaan industri hijau. Kemudian ada juga 49 industri penerima Level 4 yang akan diberikan piagam penghargaan industri hijau. Selanjutnya, pada tahun ini terdapat tujuh industri baru yang akan mendapatkan sertifikat industri hijau setelah melalui tahapan audit oleh Lembaga Sertifikasi Industri Hijau. (DIN/RIF)
No comments so far.
Be first to leave comment below.