IEW Pertanyakan Mahalnya Harga BBM SPBU Asing
ENERGI February 26, 2018 Editor SitusEnergi 0
Jakarta, situsenergy.com
Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW) Adnan Rarasina mempertanyakan mahalnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU) asing. Menurut dia, harusnya SPBU asing tetap memperhatikan kepentingan masyarakat, karena energi merupakan kebutuhan pokok sekaligus penggerak roda ekonomi.
“Ada apa ini? Mengapa mereka lebih mahal? Harusnya SPBU asing itu tidak mengabaikan unsur keberpihakan pada masyarakat. Pemerintah wajib memperingatkan mereka,” kata Adnan pada wartawan, Senin (26/2/2018) di Jakarta.
Harga berbagai jenis BBM di SPBU asing memang lebih tinggi dibandingkan Pertamina. Meski akhir pekan lalu Pertamina baru saja menaikkan harga untuk seri Pertamax, misalnya, namun tetap harga BBM Pertamina masih di bawah harga SPBU asing, seperti Shell dan Vivo.
Saat ini, untuk kelas RON 90, harga Shell Reguler mencapai Rp 8.400/liter dan Revvo 90 keluaran Vivo Rp 8.500/liter. Harga tersebut jauh lebih mahal dibandingkan Pertalite keluaran Pertamina, Rp7.600/liter.
Untuk RON 92, harga Super yang merupakan produk Shell dan Revvo 92 dari Vivo, masing-masing Rp 9.250/liter. Harga keduanya juga lebih mahal dibandingkan Pertamax milik Pertamina, yaitu Rp 8.900. Sementara untuk kelas di atasnya, V-Power milik Shell yang memiliki RON 95 dipatok Rp 10.450.
Harga tersebut lebih mahal dibandingkan Pertamax Turbo keluaran Pertamina, yaitu Rp10.100. Padahal, tingkat oktan Pertamax Turbo lebih tinggi, yaitu 98. Sementara untuk jenis solar, Diesel yang merupakan produk Shell juga lebih mahal dibandingkan Pertamina Dex, yaitu Rp10.150 berbanding Rp.10.000.
Tidak hanya terkait kemahalan harga. Adnan juga meminta SPBU asing untuk lebih terbuka saat menaikkan harga. Selama ini, SPBU asing terkesan diam-diam jika menaikkan harga. Padahal, tingkat kenaikan yang diambil termasuk cukup tajam. Vivo misalnya, pada saat launching akhir Oktober 2017, mematok harga Revvo 90 sebesar Rp 7.500 dan Revvo 92, Rp 8.250. Dibandingkan harga saat ini, praktis hanya dalam waktu empat bulan, Vivo sudah menaikkan harga kedua produk itu dengan sangat signifikan, masing-masing Rp1.000/liter.
“Banyak masyarakat tidak menyadari, karena kesannya memang diam-diam. Kalaupun diinformasikan, tidak segencar ketika mereka memulai menjual dengan harga lebih murah. Apa-apaan ini?” kata Adnan.
Dalam perspektif lain, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Dadan S. Suharmawijaya justru memberi apresiasi kepada Pertamina, yang masih bisa menjual BBM dengan harga lebih murah. Ini membuktikan, bahwa sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mereka tidak mengabaikan keberpihakan kepada rakyat. Lebih dari itu, meski menjual dengan harga lebih murah, namun Pertamina tidak mengabaikan sisi pelayanan dan kualitas produk yang mereka miliki.
“Strategi Pertamina itu harus kita apresiasi. Apalagi, mereka tidak hanya memperhatikan persaingan dari sisi harga, namun juga kualitas produk dan pelayanan. Dan memang harusnya seperti itu. Mereka setiap saat harus memiliki langkah-langkah strategis yang dinamis dalam mengikuti perkembangan pasar,” kata Dadan.
Terkait peningkatan kualitas dan pelayanan, lanjut Dadan, bisa dilihat dari loyalitas konsumen kepada Pertamina, meski SPBU asing mulai berdatangan. “Banyak konsumen yang memperhatikan kualitas dan pelayanan. Saya melihat itu, terutama di SPBU-SPBU yang langsung dikelola Pertamina,” kata dia. (Fyan)
No comments so far.
Be first to leave comment below.