Logo SitusEnergi
Harus Jadi Prioritas, Pengamat: Sudah Bukan Saatnya Energi Nuklir Jadi Cadangan Harus Jadi Prioritas, Pengamat: Sudah Bukan Saatnya Energi Nuklir Jadi Cadangan
Jakarta, Situsenergi.com Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi menilai, energi nuklir harusnya tidak lagi sebagai cadangan dalam penentuan arah kebijakan... Harus Jadi Prioritas, Pengamat: Sudah Bukan Saatnya Energi Nuklir Jadi Cadangan

Jakarta, Situsenergi.com

Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi menilai, energi nuklir harusnya tidak lagi sebagai cadangan dalam penentuan arah kebijakan energi tetapi harus menjadi prioritas.

“Tenaga nuklir jangan lagi ditempatkan sebagai cadangan tetapi harus sebagai prioritas energi. Cukup disayangkan karena dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang disusun Dewan Energi Nasional (DEN) menempatkan nuklir sebagai alternatif terakhir,” ujar Fahmi kepada media yang dikutip di Jakarta, Selasa (25/10/2022).

Oleh karena itu, dia menilai bahwa sudah seharusnya mengubah nuklir menjadi prioritas dalam peralihan energi, bukan sebagai yang terbelakang lagi.

“RUEN harus diubah, yang disusun dan itu saya kira diubah dulu supaya nantinya tidak bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi karena RUEN tadi harus menyebutkan bahwa nuklir sebagai energi utama, baru energi angin air dan sebagainya,” tandasnya.

Menurut Fahmi, dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terbesar, maka energi nuklir menjadi sebuah keniscayaan. Selain itu, bahan baku dari tenaga nuklir seperti uranium maupun torium juga menjadi sebuah hal yang perlu dimanfaatkan oleh pemerintah.

“Kita punya bahan bakunya seperti uranium, torium, jadi saya kira nuklir harus dikembangkan di Indonesia mulai dari sekarang, lalu ditampung dalam draf UU,” tukasnya.

Fahmi mengaku agak terkejut saat membaca susunan draf RUU EBT, di mana pemerintah memasukan penggunaan nuklir.

BACA JUGA   Ketahanan, Swasembada, dan Kemandirian Energi?

Menurut dia, itu merupakan hal positif yang dapat diambil, apalagi lagi Presiden Joko Widodo juga sudah menunjukan langkahnya dengan membentuk badan pengawas tenaga nuklir.

“Kemudian juga semacam majelis tenaga nuklir yang terdiri dari berbagai unsur dan ini saya kira cukup bagus untuk ke depan karena EBT yang ada terdapat beberapa kelemahan,” ujarnya.

“Misalnya untuk matahari dan angin yang sifatnya intermiten (24 jam menghasilkan listrik). Kemudian, kalau ada komplemennya tenaga nuklir itu bagus sekali,” tutup Fahmi.

Sementara Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito sebelumnya menyebutkan bahwa Indonesia memiliki banyak potensi untuk memanfaatkan EBT, diantaranya panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, bionergi, arus laut, hingga nuklir. Menurut dia,

“Potensi-potensi ini perlu terus didorong. Dan kita perlu memperhatikan langkah transisi energi baru terbarukan. Termasuk nuklir dengan memperhatikan masalah keamanan pasokan, kemudian melihat akses terhadap kebutuhan-kebutuhan universal dalam harga terjangkau,” kata Mego..

Selain itu, kata dia, Indonesia perlu memanfaatkan energi bersih dan berkelanjutan untuk menjaga lingkungan.

“Namun agar transisi energi itu berhasil, maka perlu ada kolaborasi antara kementerian serta lembaga, pihak swasta, industri, dan kelompok masyarakat, termasuk kegiatan riset untuk mengembangkan teknologi energi terbarukan,” pungkasnya.(Ert/SL)

BACA JUGA   Ketahanan, Swasembada, dan Kemandirian Energi?

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *