Logo SitusEnergi
Harga Minyak Terus Naik, ReforMiner: Segera Revisi UU Migas dan Susun UU EBT Harga Minyak Terus Naik, ReforMiner: Segera Revisi UU Migas dan Susun UU EBT
Jakarta, Situsenergi.com Peningkatan harga minyak yang signifikan akibat perang Rusia-Ukraina, berpotensi memberikan tekanan terhadap kondisi fiskal, moneter dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Harga minyak... Harga Minyak Terus Naik, ReforMiner: Segera Revisi UU Migas dan Susun UU EBT

Jakarta, Situsenergi.com

Peningkatan harga minyak yang signifikan akibat perang Rusia-Ukraina, berpotensi memberikan tekanan terhadap kondisi fiskal, moneter dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Harga minyak sendiri melonjak ke level tertinggi sejak 2008 pada Senin (7/3/2022) setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Washington dan sekutu Eropa sedang mempertimbangkan untuk melarang impor minyak Rusia.

Peningkatan harga tersebut tentu saja tidak hanya berdampak bagi Eropa tetapi untuk semua negara termasuk Indonesia. Hal ini tentu saja menuntut pemerintah untuk menyiapkan formulasi kebijakan yang proporsional guna meminimalkan dampaknya dan menegaskan pentingnya meningkatkan produksi minyak dalam negeri.

Mencermati permasalahan yang ada serta kaitannya dengan implementasi kebijakan transisi energi, ReforMiner menilai penyelesaian revisi Undang-Undang Migas dan penyelesaian penyusunan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan mendesak untuk segera dilakukan.

Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, sebagai net oil importer dengan porsi ketergantungan konsumsi energi nasional terhadap migas yang cukup besar atau sekitar 51%, maka kenaikan harga minyak akan semakin memberikan tekanan terhadap neraca perdagangan migas nasional.

“Kenaikan harga minyak ini akan menyebabkan defisit neraca perdagangan migas semakin membesar,” ujar Komaidi dalam keterangannya yang diterima Situsenergi.com di Jakarta, Rabu (09/3/2022)Ironisnya, kata dia, perolehan tambahan devisa dari kenaikan harga tersebut tidak akan mampu menutup tambahan devisa yang diperlukan untuk impor migas. Pasalnya, kebutuhan devisa untuk impor migas dengan asumsi harga minyak USD120/barel dapat
mencapai sekitar USD49,27 miliar, terdistribusi untuk impor minyak dan produk BBM sekitar USD44,04 miliar serta
impor LPG sekitar USD5,23 miliar.

“Kebutuhan devisa impor migas tersebut kurang lebih setara 35% dari cadangan devisa Indonesia saat ini yang tercatat
sekitar USD141 miliar,” ungkapnya.

BACA JUGA   Lifting Perdana Lapangan Forel Capai 10.000 BOPD, Proyek Medco Energi Melesat

Sebenarnya kata dia, untuk setiap kenaikan harga minyak sebesar 1 USD/barel, di satu sisi akan menambah
penerimaan migas (Pajak & PNBP) pada APBN 2022 sekitar Rp 3 triliun. “Tapi di sisi lain kenaikan harga tersebut juga akan meningkatkan kebutuhan tambahan anggaran subsidi dan kompensasi migas dalam jumlah yang lebih besar,” ungkapnya.

Terkait kenaikan harga yang dipicu konflik geopolitik dan perang seperti saat ini, Komaidi menegaskan, bahwa meskipun di dalam era transisi energi, security supply/ keamanan pasokan migas tetap menjadi isu utama
yang tidak dapat diabaikan.

Menurut dia, penyelesaian mendasar atas persoalan di atas adalah melalui peningkatan produksi migas nasional dan
pengembangan EBT secara masif untuk mengurangi ketergantungan ekonomi energi Indonesia dari migas. Dua hal ini
memerlukan landasan payung hukum yang kuat.

“Dalam konteks tersebut dua “pekerjaan rumah” besar yang perlu segera dituntaskan adalah penyelesaian revisi
Undang-Undang Migas dan penyelesaian penyusunan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai payung hukum yang kuat untuk lebih mendorong kegiatan pengusahaan dan pengembangan migas dan EBT nasional,” pungkasnya.(SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *