


Jakarta, Situsenergi.com
Kalangan pelaku usaha optimistis bahwa tren harga batubara di pasar global masih tetap menarik meski dari sisi harga saat ini sudah jatuh hingga 60 persen.
Seperti diketahui, sepanjang tahun ini, harga komoditas batubara terus mengalami penurunan bahkan hingga nyaris 60%.
Setelah China, giliran Amerika Serikat menjadi penyebab anjloknya harga batu bara. Amerika Serikat berencana untuk mengurangi penggunaan batubara sebagai bagian pengurangan emisi karbon.
Djoko Widajatnom PLH Direktur Eksekutif Indonesia Mining Assosiation mengatakan sentimen tersebut tidak akan berlangsung lama.
“Ya sebenernya belum kalo rugi, karena diperkirakan dari bulan Januari hingga Maret ini, itu harga terendahnya masih US$ 170/ton,” kata dia dalam sebuah wawancara televisi yang disiarkan secara live streaming program Mining Zone dikutip Senin (15/05/2023).
Dikatakannya, permintaan akan batubara tetap tinggi. Hal ini, kata dia, adanya substitusi ke energi terbarukan dinilai masih jauh karena butuh modal yang besar sehingga batubara tetap menjadi andalan karena menjadi energi fosil yang masih murah.
Sementara itu, jika dilihat dari sisi tren harga saat ini seperti tercatat pada 14 April hingga 5 Mei 2023 menunjukkan harga yang sama.
“Jadi ini sentimen negatif yang tidak terlalu lama,” kata dia.
Ditambahkan dia, secara kebutuhan sebenarnya komoditas batubara ini menjadi kebutuhan dunia seperti India yang membutuhkan batubara asal Indonesia.

“Jadi menurut saya imbang dengan permintaan global seperti India,” kata dia.
“Kemudian dari Korea, Thailand maupun Jepang, itu masih tetap mengandalkan batubara sehubungan harga dari pada gas masih tinggi dibanding listrik dari batubara,” jelasnya.(SA/SL)
No comments so far.
Be first to leave comment below.