

Gawat! Harga Batu Bara Anjlok, Laba Indika Energy Nyaris Lenyap, Tapi…..
MINERBA August 2, 2025 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
PT Indika Energy Tbk menghadapi tekanan signifikan pada semester I 2025, dengan laba bersih yang anjlok menjadi hanya USD2,2 juta, turun tajam dibandingkan USD21 juta pada periode yang sama tahun lalu. Penyebab utamanya: harga batu bara global yang merosot dan kebijakan baru perdagangan komoditas.
Meski kondisi batu bara melemah, Indika tak sepenuhnya terpukul. Justru lini bisnis non-batubara mencatatkan pertumbuhan signifikan, menyumbang 19 persen dari total pendapatan, naik dibandingkan 12 persen pada semester I 2024.
“Di tengah gejolak harga batu bara dan regulasi baru, kami tetap menunjukkan ketahanan dengan meningkatnya kontribusi dari sektor non-batubara,” ujar Azis Armand, Direktur Utama Indika Energy, Sabtu (1/8/2025).
Total pendapatan perusahaan turun 20 persen menjadi USD956,8 juta, dibandingkan USD1,19 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan melemahnya kinerja dua anak usaha utama: Kideco dan Indika Indonesia Resources (IIR).
Kideco mengalami penurunan pendapatan sebesar 16,2 persen menjadi USD775,9 juta, seiring harga jual rata-rata batu bara yang turun 14,5 persen ke level USD51,2 per ton. Volume penjualan mencapai 14,4 juta ton, dengan 42 persen di antaranya dialokasikan ke pasar domestik—jauh melampaui ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25 persen.
Sementara IIR mencatat penurunan drastis, yakni 79,3 persen menjadi hanya USD23,8 juta, akibat anjloknya volume perdagangan batu bara dari 2,2 juta ton menjadi hanya 0,3 juta ton. Nilai perdagangan pun turun dari USD115 juta menjadi USD12,6 juta.
Namun, sektor non-batubara memberikan napas baru. Pendapatan dari aktivitas perdagangan bauksit, khususnya dari Mekko Metal Mining, menjadi penopang utama di tengah lesunya batu bara.
Unit usaha lainnya juga tampil solid. Tripatra mencatat kenaikan pendapatan 16,4 persen menjadi USD118,5 juta, didorong oleh proyek Akasia Bagus (USD21,2 juta), Posco (USD20,2 juta), dan pabrik amonia milik Pupuk Kaltim (USD13,8 juta).

Perusahaan logistik terintegrasi Interport menyumbang pendapatan USD54,9 juta, relatif stabil dibanding tahun lalu. Pendapatan itu berasal dari Cotrans (USD34,3 juta), KGTE (USD14,8 juta), dan sisanya dari Interport Business Park serta ILSS.
Sayangnya, laba kotor ikut menyusut 33,5 persen menjadi USD132,7 juta, dengan margin kotor turun menjadi 13,9 persen dari sebelumnya 16,7 persen. Ini terutama akibat turunnya margin laba Kideco menjadi hanya 14,4 persen.
Meski pendapatan melemah, Indika berhasil menekan beban operasional. Biaya penjualan, umum, dan administrasi turun 15 persen menjadi USD78,6 juta, seiring dengan efisiensi biaya dan turunnya PNBP di Kideco.
Lebih menarik lagi, 95,4 persen dari total belanja modal (capex) sebesar USD51,8 juta dialokasikan untuk sektor non-batubara. Di antaranya, USD36,2 juta untuk proyek emas Awas Mas, dan USD3,8 juta untuk ekspansi bisnis hijau. Sebaliknya, hanya USD2,4 juta diinvestasikan ke sektor batubara.
“Kami berkomitmen mempercepat transisi menuju portofolio bisnis yang lebih rendah karbon dan berkelanjutan,” tegas Azis.
Langkah ini menunjukkan arah baru Indika: mulai meninggalkan ketergantungan pada batu bara dan mengembangkan diversifikasi bisnis yang lebih tahan banting di tengah dinamika energi global. (DIN/GIT)
No comments so far.
Be first to leave comment below.