

Ferdinan Hutahean: Penyadapan Telpon Menteri Ancaman Buat Keamanan Negara
OPINI April 28, 2018 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergy.com
Bocornya rekaman suara pembicaraan telepon antara Menteri BUMN Rini Sumarno dengan Direktur Utama PLN Sofyan Basyir menandakan lemahnya keamanan negara karena telepon pejabat negara dengan mudah disadap dan disebar luaskan.
“Yang justru paling menguatirkan adalah lemahnya keamanan negara. Ini point paling penting yang harus menjadi perhatian dibandingkan dengan konten pembicaraan antara Rini dan Sofyan Basyir,” kata Direktur Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahean kepada Situsenergy.com di Jakarta, Sabtu (28/4).
Menurutnya, ada yang menghentak dan menjadi fokus yang terlewatkan dari peristiwa tersebut yakni lemahnya keamanan jalur komunikasi pejabat negara.
“Saya tidak ingin masuk terlalu jauh ke dalam konten pembicaraan karena memang kontennya kabur, sajar dan tidak jelas, apakah bicara angka fee bagi pejabat atau angka saham yang menjadi bagian dari PLN dan Pertamina,” tukasnya.
“Akan menjadi perdebatan panjang bila membahas konten yang samar tersebut. Terlebih lagi, kabarnya objek yang dibahas adalah pembangunan Terminal LNG di Bojonegara yang yang melibatkan group perusahaan Wakil Presiden Jusuf Kalla yaitu Bumi Sarana Migas,” tambah Ferdinand.
Lebih jauh ia mengatakan, seluruh pejabat negara mestinya dilindungi keamanannya, baik fisiknya, agendanya dan juga termasuk jalur komunikasinya, sehingga tidak boleh bocor atau disadap oleh pihak manapun.
“Yang pasti, kejadian ini telah membuka mata kita bahwa lemahnya keamanan jalur komunikasi pejabat kita menjadi pertanyaan. Jangan-jangan saluran telepon presiden pun disadap oleh pihak yang sama,” tukasnya.
Untuk itu, lanjut dia, fokus yang harus segera ditangani adalah mengusut siapa pelaku penyadapan saluran telepon Rini dan Sofyan tersebut. Karena, mungkin saja pelakunya juga telah menyadap pejabat lain. “Bisa saja ini sebuah sinyal kepada siapa pun agar tidak macam-macam di tahun politik yang panas ini. Pelaku Penyadapan ingin mengirim pesan kepada semua karena bisa saja pembicaraannya dibuka ke publik,” paparnya.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, kata dia, pelaku ingin memberikan tekanan dan peringatan kepada Presiden maupun Wakil Presiden dengan cara membuka pembicaraan pembantu presiden yaitu menteri BUMN. “Mungkin saja mereka ingin menakut-nakuti pejabat pemerintah supaya mengikuti kemauan pihak penyadap ini. Jadi bagi saya, sekali lagi fokus yang paling penting adalah mencari siapa pelakunya, konten pembicaraan itu nomor dua,” kata dia.
“Saya tidak bisa bayangkan bila penyadap ingin mengirim pesan kepada presiden untuk mengikuti kemauannya, atau bila tidak mau, sadapan pembicaraan presiden ajan dibuka juga. Ini tahun politik yang keras dan kejam,” tambah Ferdinand.
Menurutnya, ini kejahatan yang diatur oleh UU. Pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi sanksi pidananya diatur pada Pasal 56 UU No.36/1999, disebutkan bahwa: “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”
“Hal ini termasuk UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No.19/2016). Seperti yang disebutkan dalam Pasal 30 UU No.11/2008, dengan ancaman kurungan 6 s.d 8 tahun dan denda,” urainya.(adi)
No comments so far.
Be first to leave comment below.