Logo SitusEnergi
Faisal Basri : Gas dan Batubara Jadi Tumbal Defisit Neraca Perdagangan Faisal Basri : Gas dan Batubara Jadi Tumbal Defisit Neraca Perdagangan
Jakarta, Situsenergy.com Pemerintah diminta benar-benar berhati-hati dalam merumuskan kebijakan perdagangan khususnya sektor migas. Karena ancaman defisit sektor ini berpeluang terus berlanjut apabila tidak dibarengi... Faisal Basri : Gas dan Batubara Jadi Tumbal Defisit Neraca Perdagangan

Jakarta, Situsenergy.com

Pemerintah diminta benar-benar berhati-hati dalam merumuskan kebijakan perdagangan khususnya sektor migas. Karena ancaman defisit sektor ini berpeluang terus berlanjut apabila tidak dibarengi dengan kebijakan perdagangan yang sesuai.

Hal itu disampaikan oleh Ekonom Senior, Faisal Basri dalam diskusi bersama awak media di Jakarta, Senin (29/7). Dikatakannya era kejayaan sektor migas Indonesia sudah benar-benar berakhir setelah tahun 2013. Sebelumnya ekspor migas Indonesia benar-benar diperhitungkan saat itu, namun kini yang terjadi sebaliknya dimana impor minyak Indonesia “gila-gilaan”.

Dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pads Januari – Juni 2019, defisit minyak sebesar USD1,84 miliar. Sedangkan defisit hasil minyak senilai USD6,24 miliar. Beruntung defisit minyak ini sedikit tertahan lantaran neraca perdagangan gas nasional pada periode tersebut surplus sebesar USD3,3 miliar.

Dengan begitu year to date, defisit perdagangan minyak dan gas (migas) hanya menyisakan USD4,78 miliar. Defisit ini juga berhasil ditekan oleh kinerja ekspor non migas yang surplus USD2,84 miliar. Alhasil neraca perdagangan secara keseluruhan dalam kurun waktu tersebut menyisakan defisit USD1,9 miliar.

“Kalau bicara energi, Indonesia sejauh ini masih surplus karena juga ditolong batubara. Tahun 2018 ekspor batu bara mencapai USD20,6 miliar, sehingga transaksi energi secara keseluruhan masih surplus USD8,2 miliar,” kata Faisal.

BACA JUGA   Swasembada Energi Bukan Mimpi! PLN Serius Manfaatkan Gas Domestik

Namun begitu, Faisal mewaspadai ancaman defisit sektor migas khususnya energi yang akan memasuki fase kritis mulai 2021 mendatang. Diperkirakan defisit energi akan terus terakselerasi jika pemerintah dan pelaku usaha tidak melakukan apa-apa dan hanga melakukan business as usual. Defisit energi bisa mencapai USD80 miliar atau 3 persen PDB pada 2040.

“Defisit itu bisa terjadi karenaa konsusmi energi Indonesia yang sekarang nomor 4 terbesar di antara Emerging Markets, tumbuh cukup tinggi yaitu 4,9 persen dan pertumbuhan penduduk masih di atas 1 persen. Kedua, produksi energi kita terutama minyak dan gas turun secara konsisten,” pungkas Faisal. (DIN)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *