


Jakarta, Situsenergy.com
Di tengah kondisi keuangannya yang sedang kurang bagus, sangat tidak elok jika PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN yang ditugaskan pemerintah untuk menjual BBM Penugasan Premium mensubsidi orang-orang kaya yang mampu membeli BBM Non Premium.
“Tidak tepat jika Pertamina harus mensubsidi orang-orang kaya yang mampu membeli BBM Non Premium, apalagi disaat kondisi keuangan mereka sedang kurang cukup bagus seperti saat ini,” kata Direktur Eksekutif Energy Wacth, Mamit Setiawan kepada Situsenergy.com di Jakarta, Senin (30/7).
Untuk itu, kata dia, pemerintah harus mencari solusi agar Pertamina tidak terlalu terbebani oleh bahan bakar Premium yang saat ini pasarnya masih sangat terbuka sebesar-besarnya.
“Solusi yang bisa dilakukan salah satunya adalah dengan membatasi pengguna Premium hanya untuk pengguna sepeda motor dan juga angkutan umum berpelat nomor kuning saja,” tukasnya.
Menurut Mamit, dengan klasifikasi pembatasan pengguna Premium ini, Pertamina akan sedikit bernapas lega karena quota yang ditetapkan oleh Pemerintah tidak dilampaui atau bahkan bisa berkurang.
“Dengan demikian, beban keuangan Pertamina bisa terbantu untuk lebih positif lagi terutama arus kasnya, mengingat Premium bukan lagi barang yang disubsidi pemerintah sehingga setiap selisih harga yang ditanggung oleh Pertamina,” jelas Mamit.
Selain itu, kata dia, melalui pembatasan pengguna Premium ini, nilai keadilan bisa dicapai dimana Premium digunakan oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, sedangkan mereka yang berpenghasilan mennegah ke atas menggunakan BBM Non Premium.
Lebih jauh ia menambahkan, di tengah harga minyak dunia yang stabil di angka US$ 70 per barrel saat ini dan sepertinya akan bertahan di angka tersebut sampai akhir tahun ini, serta penugasan BBM RON 88 Premium kepada Pertamina di JAMALI melalui Perpres No 43/2018 sebanyak 5 juta kilo liter dengan harga yang terus ditahan untuk tidak dinaikan membuat Pertamina semakin terbebani.
“Ironisnya, pengguna Premium sendiri sama sekali tidak dibatasi sehingga kemungkinan terjadinya kelebihan kuota sangat besar. Karena siapapun bisa membeli Premium baik itu kendaraan pribadi, angkutan umum, maupun motor tanpa ada aturan yang jelas,” paparnya.
Di sisi lain, disparitas harga antara Premium dengan Pertalite yang cukup tinggi juga berpotensi menyebabkan terjadinya migrasi dari pengguna BBM non Premium ke Premium sangat besar sekali. “Apalagi jika dibandingkan dengan Pertamax Series, maka semakin jomplang disparitas harganya,” tutup Mamit.(adi)
No comments so far.
Be first to leave comment below.